Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa Sumringah

12 Juni 2017   22:28 Diperbarui: 12 Juni 2017   22:31 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SUMRINGAH... #PuasanyaSurti

Sumringah itu bahasa Jawa. Bukan bahasa Indonesia. Artinya, kurang lebih bahagia, senang hingga berseri-seri. Sumringah, tentu bukan hanya dari tampang atawa wajah. Tapi tercermin di hati dan perilaku, mungkin juga omongan atawa celotehan.

Kemarin-kemarin, banyak orang yang sumringah menyambut bulan puasa. Gak tahu, sampe sekarang apa gak? Maklum, karena bulan puasa bulan diobralnya pahala, ampunan, berkah dan rahmat Allah SWT.

Seperti kamu atawa orang-orang lain, Surti juga senang banget menyambut bulan puasa. Sumringah, karena bisa getol ibadah sebulan oenuh. Setelah 11 bulan kerjanya "memperturutkan hawa nafsu". Akhirnya bisa ketemu bulan, di mana kita diminta untuk mengerem semuanya. "Bulan buat MENAHAN DIRI tuk segala urusan, apalagi yang bersifat duniawi. Berserah diri sambil merasakan lapar dan haus. Puasanya Surti, puasa lahir juga batin" ujar Surti membatin.

Sumringah itu emang bukan cuma urusan fisik. Tapi juga batin. Biar puasa bisa berbekas, puasa yang membaikkan semua pihak. Diri sendiri, orang lain atawa bangsanya. Maka puasa yang sumringah, harusnya puasa yang mampu membuka mata (mata batin) untuk "melihat ke depan", puasanya orang-orang optimis, bukan optimis. Puasa yang gak sekedar tahu itu baik. Tapi puasa yang konkret berbuat kebaikan, muamalah yang baik.

Tapi sayang, batin Surti, gak sedikit orang yang masih saja sudi "mengotori" puasa dengan hal-hal yang gak manfaat, ghibah alias ngomongin orang, atawa bertutur tentang hal baik dengan cara-cara yang gak baik. Puasa jadi gak sumringah ...

Semua sepakat. Puasa itu bulannya ibadah, bulannya introspeksi diri. Banyak-banyak muhasabah diri. Buat diri sendiri bukan buat orang lain. Karena diri kita tidak lebih baik dari orang lain. Kita sering lupa, sering alpa. Siapa sih sebenarnya kita? Sampe-sampe lupa, dari mana kita berasal dan mau ke mana kita menuju?

Pantes, buat sebagian mereka, puasa gak antusias, puasa gak sumringah.
Karena di saat puasa, mereka gagal "menahan diri" dari yang jelek-jelek. Gak mampu bertahan dalam pikuran dan ucapan kebaikan.

Puasa gak sumringah.
Karena yang dibahas cuma soal berasa lapar, atawa waktu berbuka tiba. Panas terik matahari jadi masalah. Kurang tidur jadi masalah. Macet jadi masalah. Padahal semua itu, puasa gak puasa ya emang begitu.

Puasa gak sumringah.
Banyakin tadarus, khatam Al Quran. Banyakin zikir, itikaf. Bahkan sholat tarawih pun tetap aja gak berubah. Begitu-begitu aja. Dari puasa ke puasa gak ada "prestasi" ibadah yang luar biasa. Itu namanya puasa gak sumringah ... Semoga aja masih bisa ketemu puasa di tahun depan ya.

Sumringah...
Itu bukan soal kamu "merasa" tapi soal kenapa kamu harus "memberi". Bukan soal berapa lama nafas kamu berhembus. Tapi soal apa yang kamu perbuat saat menghembuskan nafas ... Sederhana kan.

Mumpung belum telat. Mumpung masih ada waktu. Jadikan puasa yang tersisa lebih sumringah.
Karena kemarin, bisa jadi kita belum baik. Maka inilah momentum untuk menjadi lebih baik, dan lebih baik lagi ... Agar puasa kita tetap SUMRINGAH #PuasanyaSurti #QiyamulLail

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun