Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peluncuran Buku "Bahasa di Panggung Politik; Antara Kasta dan Nista"

21 Desember 2016   00:42 Diperbarui: 21 Desember 2016   00:57 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa di Panggung Politik; antara Kasta dan Nista

Semua yang terjadi di panggung politik sama sekali tidak sedang berdiri di wadah yang kosong. Ia butuh bahasa untuk menyalakan api kekuasaan.Bahasa dalam politik ibarat parasut;tak akan bekerja bila tak terbuka.

         Di tengah hiruk-pikuk politik jelang Pilkada 2017 di Indonesia, serentak di 101 daerah, fenomena bahasa menyeruak. Bahasa hadir di tengah kancah politik, menjadi alat peperangan dalam merebut kekuasaan. Bahasa dalam politik, sungguh bisa menjadi kasta bahkan nista. Tiba-tiba bahasa muncul sebagai dimensi yang pantas dan melulu diperdebatkan. Bahasa yang menjadi alat kampanye, bahasa yang menimbulkan multitafsir. Bahasa, sungguh menjadi “kendaraan” politik yang paling murah untuk dieksploitasi. Dalam ranah politik, bahasa terlalu mudah merepresentasi kasta politikus dan memunculkan penistaan.

         Bahasa di panggung politik Indonesia menjadi ruang yang paling bebas dan terbuka. Bahasa menjadi satu-satunya alat paling efektif untuk mempengaruhi massa, lalu meraih kekuasaan. Berbagai simpati atau antipati dalam politik sangat dipengaruhi bahasa yang digunakan. Politik sebagai arena peperangan untuk meraih kekuasaan memang tidak dapat dipisahkan dari bahasa. Bahasa sangat mungkin mewakili kasta. Karena bahasa pula, politik dapat menjadi nista. Bahasa di panggung politik, sungguh berada di antara kasta dan nista.

    Bahasa di Panggung Politik, sungguh antara kasta dan nista. Karena para politisi bahkan konstituen di akar rumpuk justru telah “ menunggangi” bahasa untuk meraih simpati, meraih popularitas hingga membangun citra di mata masyarakat. Bahasa kebencian, bahasa provokasi, bahasa hujatan, bahasa hasutan, dan bahasa sarkasme ada di politik hari ini. Politik, politisi dan simpatisan politik hari ini sedang dan tengah asyik MENISTAKAN BAHASA sebagai simbol KASTA MEREKA.

Jika kita semua sadar  bahwa “bahasa menunjukkan bangsa” maka sepatutnya bahsa digunakan dengan santun dan bermakna realistis. Bahasa Indonesia yang baik dan benar, bukan bahasa yang diremehkan tapi merasa nasionalis.Timbulnya masalah Bahasa di panggung politik, sungguh menjadi bukti ketidakpedulian kita terhadap Bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa yang gagal menjadi “tuan rumah di negerinya sendiri”.  Maka wajar, kita lebih memilih bahasa yang berbeda. Bukan memilih bahasa yang mempersatukan.

         Akankah esok kita masih bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan penuh pengertian dan kesejukan? Jika bisa, itu semua karena kita menggunakan bahasa yang sama, yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa politik bukanlah politik bahasa. Kita hanya butuh sikap untuk menghormati dan memelihara Bahasa kita sendiri, Bahasa Indonesia.

         Buku kumpulan artikel ilmiah Bahasa Di Panggung Politik; Antara Kasta dan Nista merupakan buah pena pembelajaran Menulis Ilmiah mahasiswa Semester VII Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Indraprasta PGRI tahun akademik 2016/2017. Buku setebal 198 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit El Markazi. Inilah karya perdana yang konkret. Agar mereka lebih berani dalam menulis dan mempublikasikannya. Karena menulis adalah sebuah keberanian, bukan pelajaran.

         Buku ini merupakan bagian dari proses menulis ilmiah yang dialami mahasiswa secara langsung, saat perkuliahan. Buku yang menjadi bukti mahasiswa telah “berproses” dalam menulis ilmiah, khususnya dalam 1) proses berani untuk menulis, 2) proses sikap untuk menghargai karyanya sendiri, dan 3) proses produktif untuk bisa menerbitkannya.

         ”Menulis Ilmiah itu harus berani menulis. Ada 52 mahasiswa yang menulis di buku ini dalam kurun waktu 1 minggu. Saya bimbing mencari ide dan topik tullisan ilmiah, lalu mereka sajikan secara logis dan sistematis. Hingga terbit buku ini sekarang, beginilah harusnya kita belajar bahasa” ujar Drs. Syarifudin Yunus, M.Pd., Dosen Mata Kuliah Menulis Ilmiah Universitas Indraprasta PGRI di sela acara peluncuran buku Selasa, 20 Desember 2016 di Jakarta.

         Hari ini dan esok, setiap kita pasti bisa menulis. Karena menulis ilmiah dimulai dan berakhir dari yang tertulis. Semoga pembaca dapat memaknai buku ini sebagai proses, sambil menyelami panggung politik dari persfektif bahasa. Bahasa di Panggung Politik, sungguh antara kasta dan nista. #BahasaDiPanggungPolitik #MenulisIlmiah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun