Bertanyalah pada diri sendiri. GURU, masihkah guru sebagai sosok yang harus digugu dan ditiru?
Memang, agak sulit untuk menjawabnya. Apalagi jika diukur dari kualitas anak didik. Kekerasan di sekolah, tawuran pelajar, dan berbagai problematika yang dihadapi dunia pendidikan. Semua itu tidak dapat dipisahkan dari peran guru. Guru dapat digugu (bahasa Jawa) apabila layak menjadi sosok yang dapat percaya. Guru pantas ditiru apabila tampil sebagai sosok yang dapat diteladani siswanya.GURU itu Gudang Utama Rasa & Urip. Artinya, GURU harus mampu menjadi tempat menyimpan dan mewadahi anak didik dengan segala modelnya. Anak yang baik atau yang nakal. Anak yang pintar atau yang bodoh diperlakukan sama, tanpa pilih kasih. Semua model anak, sebagai anugerah Tuhan, harus dapat dirangkul dan dikemas oleh GURU.
Ada banyak indikator untuk menempatkan guru sebagai sosok yang layak digugu dan ditiru. Tergantung cara pandang kita tentang guru. Namun, setidaknya kita dapat melihat guru dari dua indikator, yaitu kompetensi dan sikap. Seharusnya, guru dapat digugu karena kompetensinya. Guru dapat ditiru karena sikapnya. Guru tidak hanya menjalankan tugas mengajar di depan kelas. Tapi guru dituntut untuk mampu mengembangkan kemampuan dan kecerdasan siswa secara komprehensif, baik intelektual, emosional, dan spiritual. Bahkan guru kini, dianggap menjadi sosok sentral dalam membentuk karakter siswa.
Pada kenyataan ini, siapapun yang menjalankan profesi sebagai guru harus memiliki kepekaan terhadap berbagai realitas dan dinamika kehidupan. Guru tidak hanya dituntut agar mampu melakukan transformasi ilmu dan pengetahuan kepada siswa semata. Tapi guru juga harus memiliki tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk membangun karakter dan kemampuan literasi siswa.
Merencanakan pelajaran dengan baik, mengajar secara optimal, dan mampu mengevaluasi hasil belajar secara objektif menjadi agenda penting profesi guru. Harus diingat, kualitas guru tidak dinilai dari gelar sarjana yang dimilikinya atau bahkan kelulusan program sertifikasi yang diperolehnya. Kualitas guru pada dasarnya tercermin melalui kualitas siswa atau anak didiknya yang dihasilkannya.
Guru semakin memiliki peran sentral karena dianggap sebagai ujung tombak pencapaian tujuan pendidikan. Pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah 1) mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, 2) mengembangkan kesehatan dan akhlak mulia dari peserta didik, dan 3) membentuk peserta didik yang terampil, kreatif, dan mandiri. Tujuan ini menjadi isyarat bahwa guru merupakan garda terdepan yang menentukan kualitas pendidikan nasional, tentu dengan segala masalah dan realitas yang dihadapinya. Dalam orientasi belajar, guru harus mampu mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas. Guru harus memiliki orientasi yang tidak terbatas pada kemampuan kognitif siswa, tetapi juga afektif dan psikomotor pada diri siswa. Intinya, guru harus lebih kreatif dalam mengajar.
Kompetensi Guru
Indikator guru layak digugu adalah kompetensi guru. Guru yang kompeten.Guru yang memiliki kompetensi dalam memahami problematika pembelajaran. Belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai “ahli” pada disiplin ilmu tertentu. Belajar adalah proses agar siswa dapat menemukan potensi dan jati dirinya terhadap disiplin ilmu. Dengan belajar, siswa seharusnya mendapat ruang yang lebh besar untuk menambah “pengalaman”. Siswa lebih membutuhkan ‘pengalaman” dalam belajar, bukan “pengetahuan”.
Dalam konteks inilah, guru harus memiliki kompetensi yang cukup dalam proses pembelajaran. Dukungan kompetensi guru yang memadai pada akhirnya akan meniadakan problematika pembelajaran yang bertumpu pada kurikulum dan garis besar program pengajaran. Kompetensi guru adalah titik sentral proses pembelajaran saat ini. Kompotensi guru harus berpijak pada kemampuan guru dalam mengajarkan materi pelajaran secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan kegairahansiswa dalam belajar.
Guru yang kompeten adalah guru yang dapat mengubah kurikulum pembelajaran menjadi unit pelajaran yang mampu menembus ruang-ruang kelas. Kelas sebagai ruang sentral interaksi guru dan siswa harus dibuat bergairah. Kurikulum tidak semestinya mengungkung kreativitas guru dalam mengajar. Kurikulum, yang katanya sudah memadai harus benar-benar dapat diwujudkan dalam praktik kegiatan belajar-mengajar yang optimal, tidak hanya menjadi simbol dalam memenuhi target pembelajaran.
Kesan pembelajaran di sekolah saat ini hanya mengarah pada penguasaan materi pelajaran harus dapat diubah menjadi kompetensi siswa. Guru sebaiknya menjadi sosok yang tidak dominan di dalam kelas. Cara mengajar guru yang sekadar duduk di depan kelas atau bertumpu pada ceramah menajdi bukti kurangnya kompetensi guru.