Entah, mengapa kita lebih suka berceloteh daripada menulis. Entah, mengapa kita lebih suka berkata-kata daripada menulis. Entah…. Tanyakanlah pada diri sendiri.
Dari dulu menulis sudah dipelajari dengan berbagai teori. Tapi sayang hingga kini perilaku menulis di masyarakat, bahkan di kalangan mahasiswa belum signifikan. Kata pepatah “jauh panggang dari api”. Padahal seharusnya, menulis itu perilaku, bukan pelajaran atau teori.
Sungguh, menulis itu keberanian. Bukan pelajaran atau teori. Menulis adalah kreativitas. Menulis kreatif.
Menulis kreatif hanya bisa terjadi apabila kita sudah menulis dengan banyak. Menulis itu perilaku, bukan teori. Anda akan menemukan banyak teori yang ajib bin ajaib jika sudah menulis. Bila Anda tidak pernah menulis apapun, maka teori-teori apapun tidak akan pernah berarti sedikitpun,
Maka sekarang, diperlukan “Revolusi Mental dalam Menulis” dalam empat hal.
Pertama, menulis bukan pelajaran atau teori, tapi perilaku.
Kedua, menulis bukan minat atau bakat, tapi gaya hidup.
Ketiga, menulis bukan sesekali atau waktu senggang, tapi kebiasaan.
Keempat, menulis lebih dahulu sebelum berbicara
Sekarang ini banyak orang sudi meluangkan waktu untuk melampiaskan gaya hidup atau lifestyle-nya. Mulai dari nongkrong di café, fashion, kulineran atau lainnya hanya untuk membangun citra diri dan merefleksikan status sosial. Tapi sedikit saja yang sudi menjadikan menulis sebagai gaya hidup.
Menulis kreatif itu menulis dengan cara yang beda. Dan itu hanya akan terjadi bila seseorang memenuhi dua syarat, yakni, mau menulis setiap hari dan menulis sebagai kebiasaan dan gaya hidup.
Kenapa menulis dengan cara yang beda?
Karena dalam menulis 1) perilaku-nya tidak sama, atau 2) pikiran-nya tidak lazim, mungkin 3) jiwa/batin-nya unik, dan bisa jadi 4) karya-nya yang luar biasa. Menulis kreatif adalah kompetensi. Tak cukup hanya bakat, tak juga terbatas pada minat. Apalagi hanya bermodalkan kebiasaan. Menulis kreatiif harus memadukan 6 aspek penting; mulai dari aspek pengetahuan, sikap, proses, keterampilan, hasil, dan profesi. Menulis kreatif sebagai kompetensi ada dan bisa terjadi pada setiap orang. Kompetensi menulis kreatif pasti ada pada setiap orang. Potensi yang melekat, tapi mungkin belum digali.
Kompetensi menulis kreatif hanya butuh sikap mental dan cara berpikir yang direfleksikan melalui kebiasaan dan tindakan. Karena untuk menjadi kompeten, kita harus mampu melaksanakan apa yang ingin dilakukan.
Seperti tercantum dalam Buku “Kompetensi Menulis Kreatif” karya Syarifudin Yunus, diterbitkan oleh Penerbit Ghalia Indonesia yang terbit April 2015. Buku karya ke-11 penullisnya ini menyajikan tuntunan tentang menulis dengan cara yang beda, menulis yang tidak biasa. Menulis untuk sastra. Menulis kreatif tidak dapat diajarkan, tetapi dapat dipelajari. Menulis kreatif yang paling baik adalah menuliskan setiap ide dan gagasan yang bergumul dalam pikiran kita.
Buku ini pantas dan cocok untuk para pembelajar Menulis Kreatif atau siapapun yang ingin bisa menulis untuk sastra. Pas untuk buku pegangan pembelajaran menulis kreatif. Menulis karya sastra yang berorientasi praktik, bukan teori semata. Karena menulis kreatif bukanlah menulis ilmiah. Menulis sesuatu dengan cara yang beda, baik untuk puisi, cerpen, novel maupun drama. Belajar menulis kreatif akhirnya harus mampu mencipta karya sastra. Itulah kompetensi menulis kreatif, spirit yang melandasi proses belajar menulis kreatif. Tidak ada karya kreatif yang lahir tanpa komitmen dan konsistensi. Kompetensi menulis kreatif hanya akan ada bila kita mau menulis, menulis, dan menuliskannya.