Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Kecil Seorang Ayah: Biarkan Anakku di Asrama

17 Juli 2016   11:11 Diperbarui: 17 Juli 2016   11:18 1649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buat seorang anak, hidup di asrama memang tidak seindah di rumah. Bolehlah dibilang, asrama = perjuangan. Anak-anak yang di asrama, sama dengan anak-anak pejuang.

Di asrama, anak harus terbiasa mengurus dirinya sendiri. Dari mulai bangun pagi, sekolah, belajar, makan, membereskan tempat tidur, cuci pakaian, bahkan mengatur waktu. Berjuang mengatur diri sendiri; memandirikan diri tanpa ada orang tua.

Berbeda ketika anak ada di rumah. Semuanya serba terpenuhi, keinginannya bisa tercukupi. Karena ada orang tua, ada fasilitas rumah. Bahkan ada kasih sayang yang rutin, setiap hari. Bertegur sapa, dicium, dipeluk, ditemani belajar, dibelikan aoa yang dimau anak. Itu semua ada di rumah.

Inilah catatan kecil seorang ayah. Ketika anaknya harus masuk asrama. Di SMAN Cahaya Madani Banten Boarding School (CMBBS). Hari ini, Minggu 17 Juli 2016 di Pandeglang. Aku goretkan sedikit catatan "Biarkan Anakku di Asrama" sekarang, saat mengantar anakku Farid Nabil Elsyarif yang harus masuk asrama hari ini, siswa Kelas X IPA 3 SMAN Cahaya Madani Banten Boarding School.
Aku sendiri tidak tahu. Apakah anakku Farid betah "tidak di rumah" selama 3 tahun ke depan. Apakah istriku tidak sedih karena mulai besok ia tidak lagi melayani anaknya di rumah? Entah, dalam hatiku sama sekali tidak tahu. Hanya bismillah, semuanya dan anakku kutitipkan kepada Allah SWT. 

Dulu, aku tak tahu apa itu boarding school? Sekarang aku tahu. Itu sekolah yang siswanya tinggal di asrama, seperti pesantren. Di CMBBS, programnya memang luar biasa. Sekolah dan belajar, sholat berjamaah, mengaji dan menghafal Al Quran. Belum lagi berbagai kegiatan keilmuan dan minat siswa yang padat. Semuanya tersedia, semuanya tertib dan ada aturan main. Termasuk cara berpakaian, tidak boleh bawa HP, tidak boleh bawa laptop, bahkan jadwal pulang hanya 1 bulan sekali. Luar biasa lagi, karena di SMAN CMBBS semuanya gratis, dibiayai oleh Pemda Banten. Tentu setelah melewati 5 tahap seleksi, dari 2.500 calon siswa yang diterima hanya 130 siswa saja. Sebagai orang tua, aku hanya bisa bilang luar biasa dengan penuh bangga.

Bsa jadi buat aku, istri, kakak dan adiknya Farid, keputusan tinggal di asrama karena sekolah cukup berat. Di samping belum pernah dan selama ini anak berada di rumah, usia SMA tergolong masih belia untuk terpisah dari orang tua. Sekali lagi, aku titipkan ke Allah saja. 

Apa pelajaran yang bisa aku ambil. Sungguh buatku, asrama = perjuangan. Asrama, tempat bertemunya anak-anak yang berjuang dalam belajar, berkorban untuk agamanya. Bahkan orang tua pun berkorban perasaan dan cintanya pada anak.

 

Asrama, sungguh momentum perjuangan bagi anak dan orang tua dalam bingkai ketetapan hati atas izin Allah.

Farid, Siswa CMBBS
Farid, Siswa CMBBS
Di asrama, akan ada sinyal.

Bahwa jauh dengan anak akan semakin orang tua merindukannya, berpisah dengan anak menjadikan orang tua lebih menghargai karunia Allah. Jauh dari anak semakin menjadikan orang tua rajin menyebutnya dalam doa. Asrama menguatkan sinyal bahwa semua titipan Allah. Hanya kepada Allah, kita berserah diri, termasuk untuk anak kita yang ada di asrama. Agar selalu sehat wal afiat, dilindungi-Nya, dan dijaga-Nya. Amin.

Hidup adalah perjalanan. Maka aku biarkan anakku tinggal di asrama. Sekarang dan hingga 3 tahun ke depan. Apapun, kutitipkan anakku kepada Allah.

 Nak, sungguh Abi biarkan kamu di asrama. Untuk hidupmu, untuk agamamu kelak. Karena hidup itu sebuah pilihan dan harus selalu memilih. Memilih yang baik itu penting,  karena kebaikan tidak datang dengan sendirinya. Tapi kamu memilih baik, maka kamu akan mendapat yang baik.
Ketahuilah, Nak. Hanya pribadi yang kuat yang mampu membangun nasib. Tapi pribadi yang lemah hanya menunggu keberuntungan. Dan semuanya dalam suratan takdir Allah. 

Selamat belajar Nak, selamat tinggal di asrama. Semoga anakku Farid Nabil Elsyarif selalu sehat, rajin ibadah dan rajin belajar. Salam dan peluk cium dari Abi, Ibu, Kakak Fahmi dan Adik Farah. #CatatanSeorangAyah @Minggu, 17 Juli 2016 pukul 11.00 WIB @CMBBS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun