Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puasa: Tradisi Kecil di Rumah Surti

6 Juni 2016   11:31 Diperbarui: 6 Juni 2016   12:18 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapapun, harus berani memaafkan. Atas aniaya yang terjadi pada diri kita. Karena sifat ghodhob atau marah terlalu mudah menjadi gumpalan dendam yang berkarat. Dan jika hati berkarat dendam, maka akan merusak jiwa. Hingga, tumbuh jadi kemunafikan.  Maka, obat paling mujarab untuk menyembuhkan ghodhobus syaitan, tidak lain adalah meminta maaf atau memaafkan.

####

Tepat pukul 20.40 WIB semalam, sholat tarawih baru saja usai di Masjid dekat rumah Surti. Ia berjalan kaki pulang, sambil menyingkap sajadah. Bulan suci Ramadhan telah tiba. Tanda ibadah puasa dimulai esok.

Setiba di rumah, belum lagi sajadah Surti diletakkan. Mukena pun urung dilepaskan. Ia menghampiri suaminya, Tono. Mendekat dan menatap dengan sendu. Surti menggapai tangan suaminya, sambil berkata, “Mas, selamat puasa ya. Maafkan saya lahir batin” ujar Surti sambil mencium tangan Tono.

“Iya Bu, sama-sama maafkan saya juga lahir batin. Semoga puasa tahun ini lebih berkah” jawab Tono sambil mengamini dalam hati. Kemudian, Tono memeluk dan mencium kening Surti.

Tak berapa lama, Surti dan Tono menghampiri ketiga anak mereka yang sedang asyik ngobrol. Di ruang tengah. Sambil menciumi kening anak-anaknya, Surti berucap,  “Mohon maaf lahir batin ya Nak. Selamat ibadah puasa” tutur Surti penuh cinta. Tono pun mengikutinya. Secara bergiliran, keluarga Surti saling meminta maaf satu sama lainnya. Menyambut datangnya bulan puasa.

Saling meminta maaf. Itu hanya tradisi kecil di rumah Surti. Tiap jelang bulan puasa. Ya, meminta maaf. Saling mengakui pernah berbuat salah di antara mereka. Sekalipun satu keluarga, pasti ada kesalahan yang pernah dibuat. Entah berupa kata-kata atau perbuatan. Karena Surti sadar, salah dan khilaf akan ada pada tiap diri manusia. Siapapun dia….

Tiap jelang puasa, keluarga Surti saling meminta maaf. Mencium tangan dan memeluk di antara mereka. Sebagai tanda cinta dan ketulusan. Sekali lagi, untuk meminta maaf.

Tradisi meminta maaf? Karena hakikatnya, manusia tak lepas dari salah dan dosa. Tiap manusia, pasti dan pernah berbuat salah. Disadari atau tidak. Kepada suami atau istri. Kepada anak atau orang tua. Bahkan salah kepada saudara, tetangga, teman. Meminta maaf, sungguh tak sulit bagi yang mau. Tapi tak mudah bagi yang enggan.

####

“Bu, kok Ibu minta maaf sama aku?” tanya Farah, anak Surti tiba-tiba.

Surti agak terkejut. Tak menyangka. “Iya Nak. Ibu kan sehari-hari dengan kamu di rumah. Ibu suka marahin kamu. Kesal sama kamu, lalu marah-marah karena kamu gak belajar. Membentak karena belum kerjakan PR sekolah. Itu semua salah Ibu, Nak. Karena itu, Ibu harus minta maaf. Dan, kamu juga harus mau memaafkan” jawab Surti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun