Rutin menulis itu obat.
Tentu bukan obat awet muda, bukan pula obat untuk menyembuhkan penyakit. Menulis itu sebagai obat bagi yang mengerti manfaat menulis. Ketika saya ditanya dalam sebuah workshop, mengapa saya menulis setiap hari? Jawabnya, menulis adalah obat.
[caption caption="Sumber: Pribadi - Gue Gak Bisa Nulis"][/caption]
Kok menulis sebagai obat.
Iya. Karena menulis obat lupa. Peristiwa yang lalu, akan mudah diingat jika kita mau menuliskannya. Menulis juga obat stress, sesuatu yang digundahkan akan lebih plong jika bisa dituliskan bukan diomongkan. Menulis obat percaya diri, bagi mereka yang gak PD untuk mengungkap sesuatu. Menulis obat galau, karena berbagai perasaan bisa diekspresikan lewat tulisan. Menulis pun obat keluh-kesah, karena keluhan sungguh lebih baik dituliskan daripada diomongin ke orang lain.
Dan yang terpenting, mengapa saya rutin menulis setiap hari? Karena menulis adalah obat buat saya untuk mengingatkan diri sendiri. Karena terlalu banyak orang ingin mengingatkan orang lain tanpa mau mengingatkan diri sendiri.
Saya dan kamu, setiap manusia memastikan umurnya akan semakin tua. Tapi tak ada yang bisa memastikan ke depannya umur kita bermanfaat atau tidak. Maka rutin menulis bisa jadi pilihan.
Tapi sayang, masih banyak orang bilang “gue gak bisa nulis”
Entah karena apa? Mengapa pula bisa bilang begitu? Mungkin mereka, belum menjadikan menulis sebagai aktivitas rutin. Gak mau mencoba menulis, gak mau melatih untuk menulis. Maka bagi mereka, menulis belum bisa jadi obat. Obat mereka masih sebatas obat medis, masih sebatas obat bercerita kepada orang lain.
Gue gak bisa nulis. Itu penyakit. Obatnya hanya ada di diri sendiri.
Maka rutin menullis pasti jadi obat. Rasakan saja khasiat menulis sebagai obat. Obat lupa, obat stress, obat percaya diri, obat galau, obat keluh-kesah hanya ada pada menulis.
Menulis itu obat. Karena dalam menulis, ada ramuan yang terdiri dari 1% bakat dengan 99% rutinitas dan semangat pantang menyerah. Siapapun bisa jadi penulis. Menulis hanya butuh rutinitas dan semangat. Menulis harus dimulai, harus dicoba. Menulis yang rutin, menulis yang terus-menerus. Resep agar bisa menulis adalah menulis, menulis, dan menuliskannya.
Gue gak bisa nulis. Itu kalimat pesimis. Kalimat pesakitan.
Siapapun, ketika menulis harus membuang jauh-jauh sikap patah arang, merasa tulisannya gak enak dibaca. Buang jauh-jauh rasa malas saat ingin menulis. Menulis itu gak boleh menyerah, harus tetap semangat apapun keadaannya. Menulis gak boleh dilandasi hasrat untuk berputus asa dari ikhtiar untuk menggoretkan kisah dalam bentuk tulisan pada setiap lembaran hidup kita.
Menulis itu obat. Menulis itu butuh rutinitas.
Kita semua tahu, cita-cita yang luhur dan mulia hanya bisa diraih lewat kedisiplinan terhadap rencana yang sudah dibuat. Maka menulis pun demikian, butuh disiplin untuk melakukannya. Sediakan waktu, sempatkan waktu untuk menulis setiap hari. Karena tiap lembaran kehidupan kita, pasti bisa dituliskan.
Tiada hari tanpa menulis, tiada hari tanpa ekspresi yang dituliskan. Bukan sibuk setiap hari omong sana omong sini.
Gue gak bisa nulis. Itu omongan orang sakit.
Rutinlah menulis. Karena waktu kita tidak selamanya. Gak perlu menunggu, gak perlu menunda-nunda untuk menulis. Biar sedikit asal rutin itu lebih baik daripada banyak tapi jarang. Atau banyak omong doang tapi tidak pernah dilakukan. Menulis yang rutin pasti bisa menuntaskan tulisannya. Menulis itu bisa jadi obat jika bisa bikin tulisan tuntas, tulisan yang selesai. Karena semua yang ada dalam hidup kita pun ada batasnya. Menulis pun ada batasnya.
Rutin menulis itu obat. Dan gak perlu bilang gue gak bisa nulis.
Karena menulis bisa menjadikan usia kita, hidup kita sebagai kisah yang menyenangkan. Bukan bercerita tentang kisah yang menyedihkan melulu.