Surti sejenak mengambil Majalah di bawah meja. Membuka halaman demi halaman. Lalu, Surti berhenti pada satu artikel yang menarik. Seperti yang sedang dia pikirkan. Tentang refleksi diri.
Sambil membaca dalam hati, Surti mendapati cara untuk manusia untuk refleksi diri.
“Refleksi diri adalah momentum setiap insan. Merenung tentang apa yang telah dikerjakannya. Refleksi diri melalui 3 T, Tanpa 1 T. Merenung dengan cara Tafakur, Tadabur, Tasyakur tanpa Takabur”. Begitu teks bacaan yang dibaca Surti.
Surti melanjutkan bacaannnya. Serius untuk memahami maknanya. Untuk refleksi diri.
Tafakur. Untukmerenungi apa yang sudah dan belum kita lakukan? Untuk apa kita ada di dunia? Ke mana tujuan akhir kita? Tafakur berbicara dengan diri sendiri hingga mampu mendengarkan suara Allah SWT. Dengan tafakur, kita dapat mengubah pola pikir dalam menjalani kehidupan di dunia yang sementara ini.
Tadabur. Untuk merenungi kebesaran alam sebagai alat bantu kita memaknai hidup. Alam dan isinya adalah pembelajaran bagi kita. Mengapa ada malam dan mau apa kita di dalamnya? Tadabur mengajak kita mendengarkan nasihat alam, melunakkan hati dan pikiran kita.
Tasyakur. Untuk mensyukuri nikmat dan anugerah yang telah kita terima dari Allah SWT. Bersyukur atas apa yang kita miliki. Agar menjadi berkah menuju akhirat. Tidak hanya mengucap “syukur-alhamdulillah” tetapi diikuti kesediaan untuk merealisasikan dalam perilaku nyata yang baik; berbagi pada sesama, peduli sebagai fitrah hamba-Nya.
Tanpa Takabur. Untuk tidak merasa sombong. Tidak angkuh dalam hidup. Karena kita bukanlah siapa-siapa. Dan bahkan kita bukan apa-apa. Makhluk yang disuruh ikhtiar untuk menuju kematian.
Surti menyadari arti penting refleksi diri. Memaknai jati diri sebagai manusia.
“Refleksi diri adalah pengendalian diri agar tidak semakin terbelenggu oleh hawa nafsu. Agar tidak lupa menghitung diri (muhasabah) dalam ketaatan-Nya. Betapa indahnya hidup, jika kita mau meluangkan waktu untuk “refleksi diri”. Merajut harmoni hidup dalam nafas dunia dan akhirat. Itulah hidup. Memang kita harus fokus melihat ke depan, tetapi perlu sedikit melihat ke belakang. Agar semuanya terkendali dengan baik” batin Surti berdetak istighfar.
Tanpa disadari, bulir air mata Surti mulai mengalir. Ia menyesali atas apa yang sudah dibuatnya. Ingin memperkuat iman, menjaga akhlak yang baik. Di sisa waktu, di sisa umurnya.
"Sungguh, refleksi diri itu perlu. Untuk mengembalikan peran manusia dalam kehidupan yang sementara ini. Memulai dan memilih peran baru yang ingin dimainkannya. Sekaligus untuk menentukan bagaimana hidup manusia akan berakhir" Surti mulai tersadar.
Malam semakin larut. Surti semakin gusar. Ia terus merenung dan merenung. Tentang hidup, tentang iman dan amalnya. Kini Surti, semakin larut dalam belaian malam ramadhan. Agar bisa menjadi manusia yang terus mawas diri, merefleksi diri .... #PuasanyaSurti