Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puasanya Surti: Sedekah Atau Belanja Sampai Mati

13 Juli 2014   23:47 Diperbarui: 16 Juni 2016   22:37 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1405244828818810739

“Sungguh Bu, hanya di bulan puasa, kita seharusnya dapat mengontrol diri. Memelihara keseimbangan hidup pada jalan yang baik dan benar dari Allah SWT. Mampu menahan diri dari segala nafsu. Termasuk nafsu belanja. Kita harus lebih banyak bersedekah. Karena sedekah sebagai kekuatan untuk mempersempit jurang perbedaan kelas ekonomi di masyarakat. Hanya di bulan puasa, kita dituntut lebih peduli kepada sesama” tegas Tono.

“Tapi kan zamannya juga sudah tidak seperti itu lagi, Mas” sergah Surti.

“Terlepas dari soal zaman Bu, kita perlu sadar dan tidak ikut ambil bagian dalam gaya hidup konsumtif, bahkan hedonis. Karena akan makin memperkuat kesenjangan sosial. Kita harus mampu mengendalikan diri agar jarak si kaya dan si miskin tidak makin lebar” kilah Tono.

Surti terdiam. Merenungi apa yang dikatakan suaminya. Bulan puasa harus lebih banyak sedekah daripada belanja. 

“Ohhh gitu ya Mas, Jadi, salah satu hikmah puasa itu kita harus banyak bersedkah?” tukas Surti.

“Ya Bu. Hanya di bulan puasa, banyak orang menjadi “religius minded”, gemar ibadah. Bibir terlihat mengering, bau mulut seperti kasturi. Tapi sayang, bila tidak diimbangi dengan kesadaran diri untuk memperbanyak sedekah dan menyetop sifat konsumtif yang berlebihan. Sungguh tak ada faedahnya belanja sampai mati. Karena banyak orang belanja hanya untuk memperturutkan hawa nafsu”.

"Tapi kalo saya gak kok Mas. Belanja hanya sesuai dengan kebutuhan" tangkis Surti.

"Syukurlah Bu, kalo begitu. Tapi sebagai manusia, kita kan gak luput dari kesalahan. Baik disadari atau tidak. Oleh sebab itu, sedekah bisa juga untuk menghapus kesalahan yang kita lakukan. Hapuslah kesalahan kita, dengan melakukan kebaikan."

Surti baru paham arti sedekah. Dapat menghapus kesalahan manusia.

"Kalo begitu, sedekah itu seperti "air yang memadamkan api" ya Mas" ujar Surti.

"Betul sekali Bu. Maka dulu, kita sering dinasehati orang tua. Jika ada orang yang sakit, dianjurkan untuk lebih banyak bersedekah agar penyakitnya segera sembuh. Karena jika kita mau renungkan, segala penyakit yang ada pada diri kita itu bersumber dari kesalahan yang kita lakukan." tambah Tono.

Maka di bulan puasa ini, sedekah menjadi penting. Karena sedekah membuat kita lebih pantas untuk mendapatkan kebaikan yang jauh lebih besar.

Surti mengangguk tanda setuju. Tak ada kata-kata lagi yang dia bisa ucapkan. Baginya, puasa harus jadi momentum untuk membenahi dimensi personal yang penuh ego dan nafsu untuk menyambangi dimensi sosial. Sedekah, tidak sulit bagi yang, tidak mudah bagi yang enggan.... #PuasanyaSurti


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun