Apa yang ada di benak pikiran Surti dari malam-malam puasa yang telah dilewati?
Surti mempertanyakan tentang sesuatu yang abstrak. Tapi sering disebut banyak orang. Sering diuber, dicari banyak manusia. Walau secara makna agak sulit dijelaskan. Ya, tentang KEHORMATAN, the honor. Kehormatan, yang diburu banyak manusia.
"Apa sebenarnya kehormatan?” batin Surti.
Tentu, kehormatan bukanlah kekuasaan. Kehormatan juga bukan kesuksesan. Walau diyakini banyak orang bahwa kekuasaan atau kesuksesan bisa menjadi alat untuk mencapai kehormatan.
Ahhh, kehormatan... begitu gumam Surti.
"Sungguh, kehormatan adalah kesetiaan seseorang dalam menjalankan kebenaran. Sehingga akhirnya memperkuat martabat dirinya dalam memegang prinsip kebenaran" pikir Surti. Maka ketika itulah, seseorang berhak menyandang predikat sebagai orang terhormat. Di saat yang sama, harga diri seseorang itulah yang akan selalu menjaga agar “tetap terhormat’.
[caption caption="Kehormatan manusia"][/caption]
Surti terus berpikir. Sambil merenungin indahnya bulan puasa. Bulannya introspeksi diri, bulan yang penuh hikmah dan berkah.
"Mengapa harus harga diri yang menjaga kehormatan?" Surti membatin lagi.
Ya. Karena harga diri adalah sikap yang dipegang seseorang dalam usahanya menjaga kehormatan. Harga dirilah yang membuat kita selalu konsisten dalam berusaha di atas kaki sendiri. Dari niat, ikhtiar, bekerja, makan, dan selalu muhasabah diri. Semuanya dikerjakan secara tulus, sesuai kemampuan. Bukan hanya dipikirkan dan selalu dikeluhkan. Harga diri yang membuat kita, tidak akan pernah dan tidak mau bergantung pada orang lain.
“Lalu, apa hubungannya kehormatan dengan orang yang terhormat?” pikir Surti lagi.