Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fitrah = Kembali Ke Nol

28 Juli 2014   22:42 Diperbarui: 6 Juli 2016   19:02 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sholat Ied baru saja usai pagi tadi. Khutbah Idul Fitri berakhir ketika mentari mulai meninggi. Ramadhan yang penuh berkah pun pergi. Sambil berucap selamat tinggal, semoga bertemu lagi di tahun depan. Ritual Ramadhan mulai menjauh. Menyisakan gema takbir, menyisakan doa dan harapan. Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar ...

Aura Idul Fitri masih bergelora. Saling bersalaman. Saling bermaaf-maafan. Antar saudara, antar tetangga, bahkan kawan. Dalam senyum dan pelukan. Hingga ada tangis di antara mereka. Tanda gugurnya dosa. Tanda meleburnya khilaf dan salah yang pernah diperbuat. Entah, karena ucapan. Atau tindakan. Sungguh, setiap manusia tak luput dari dosa. Alllahu Akbar ....

Air mata Surti tercurah, seiring desakan nafas yang tersendat. Sebuah pengakuan atas dosa dan salah yang telah diperbuat. Sengaja atau tidak, Surti yakin ada segumpal dosa dalam dirinya. Manusia, sungguh tak lupun dari dosa. Surti pun menghampiri Tono suaminya, mencium tangan, memeluk, dan mengisak tangis meminta maaf. Sambil mendekap Surti, Tono pun meminta maaf sambil berucap "Minal Aidin wal Faizin". Surti dan Tono, sepasang suami istri yang memang pantas melebur dosa di antara keduanya. Disusul ketiga anak mereka, mencium dan saling bermaafan. Secara bergiliran... Mereka rileks sejenak di ruang tamu, penuh kehangatan dalam suasana Idul Fitri.

Sungguh, Surti berlega hati. Ia merasa sudah dalam keadaan fitrah, dalam kesucian jiwa. Tapi hati kecilnya tetap bertanya, apakah kini aku dalam keadaan fitrah?. “Mas, apakah dengan Idul Fitri berarti aku kembali ke fitrah? Kembali menjadi suci?” tanya Surti pada suaminya.

Dengan senyum, Tono menjawab, “Iya Bu, boleh dibilang begitu. Fitrah itu simbol kemenangan kita. Setelah puasa sebulan penuh,  lalu berzakat, dan puncaknya hari ini Idul Fitri. Semua orang, saling bersalaman dan memaafkan. Fitrah, kita menjadi seperti bayi yang baru dilahirkan. Suci. karena kita sudah melebur dosa dengan sesama. Fitrah itu sama dengan kita KEMBALI KE NOL" jelas Tono.


Surti malah terheran. “Lho kok lain lagi Mas, kenapa kembali ke nol?” Surti penasaran.

“Itu menurut saya, Bu, FITRAH sama dengan kembali ke NOL. Karena angka nol adalah angka awal dalam hitungan. Kita tinggal mengisi angka  berikutnya. Di posisi nol, kita kembali dihadapkan pada pilihan. Mau mengisi dengan angka plus 1. Atau angka minus 1. Terserah kita, begitulah makna fitrah” jawab Tono.

“Lho, mengapa ada angka plus 1 atau minus 1, Mas?” tanya Surti lagi.

“Bu, ketika Idul Fitri tiba, kita kembali fitrah. Berarti kembali ke titik nol. Artinya, hari ini kita memulai kehidupan baru. Kita sudah melebur dosa di antara kita. Selama puasa, kita sudah ditempa dengan ibadah wajib maupun sunnah. Maka seharusnya, idul fitri ini memberi dampak pada kehidupan yang lebih baik. Agama menyebutnya menjadi orang yang TAQWA" ujar Tono. 

"Tapi sebaliknya Bu, kalau puasa kita hanya sebatas ritual rama-rame saja, bisa jadi tidak “berbekas” dalam kehidupan kita. Besok setelah Idul Fitri, jika menjadi lebih baik, lebih taqwa maka angka NOL berubah menjadi angka plus 1. Tapi jika kita tidak berubah. Atau besok malah lebih jelek dari hari ini, maka kita mengisi angka minus 1. Hari ini kita di angka NOL, terserah kita mau plus atau minus” terang Tono lagi.

Surti mengangguk. Ia mulai mengerti. “Jadi, karena itu, hari ini kita bersilaturahim dan saling bersalaman dengan orang tua, saudara atau tetangga ya Mas?” tanya Surti lagi.

“Iya Bu, karena silaturahim atau saling bersalaman menjadi tanda leburnya salah dan khilaf di antara manusia. Untuk saling memaafkan atas apa yang pernah diperbuat, sengaja atau tidak sengajar” jawab Tono santai meyakinkan istrinya.

Surti masih agak penasaran. Ia bertanya lagi, “Jadi kalo gitu, makna Idul Fitri itu seperti apa, Mas?”

“Kalo Idul Fitri artinya kita kembali ke fitrah sebagai manusia Bu. Momentum kita menyucikan jiwa dan hati. Tapi di luar itu, jauh lebih penting adalah kita menebar spirit puasa yang telah jalani untuk 11 bulan berikutnya. Senantiasa ingat Allah, menyembah kepada-Nya sepenuh hati. Sambil menyadari bahwa manusia bukan siapa-siapa, tidak punya apa-apa. Apalagi di zaman sekarang, godaan itu semakin kuat. Mari kita kembali ke fitrah kita. Untuk tidak menghina diri sendiri, tidak mencari kesalahan orang lain. idul Fitri harus mampu membuat kita menjadi lebih baik dari kemarin. Bukan sebaliknya atau tidak mau berubah ke lebih baik. Ingat hari ini, kita sudah kembali nol. Hari ini kita mulai argo baru kita dalam hidup” jelas Tono.

Surti mulai memahami. “Lalu, apa yang harus kita lakukan setelah idul Fitri ini?”

“Bu, ada 2 hal yang harus kita waspadai dalam hidup setelah Idul Fitri, yaitu 1) DOSA dan 2) KEINGINAN. Orang yang fitrah, kembali ke nol. Artinya harus mampu menahan diri  dan menghindari DOSA. Ingat Bu, sifat dosa itu akan selalu bertambah, tidak ada pengurangan. Begitu pula KEINGINAN. Tiap kita pasti punya keinginan. Mampu atau tidak kita mengendalikan keinginan. Karena keinginan, seringkali membawa kita untuk mengambil yang bukan hak kita. Kita harus eling terhadap DOSA dan KEINGINAN kita” papar Tono.

Surti mengangguk. Tanda setuju. Idul Fitri seharusnya kita tidak berlebih-lebihan. Harus tetap sederhana, batin Surti. “Memang kadang aneh Mas. Justru di saat Idul Fitri, banyak orang malah lebih boros, pamer diri. Itu semua mungkin menjadi bagian dari dosa dan keinginan ya, Mas” sergah Surti.

“Betul sekali, Bu. Boros, pamer itu dalam skala kecil. Yang besarnya, korupsi, nafsu berkuasa dengan segala cara, menindas orang tidak mampu. Fitrah tidak hanya kembali ke suci, tetapi kita harus mampu “mengerem” dosa dan keinginan kita sendiri. Itulah hal yang paling sulit dilakukan manusia. Karena ada godaan bernama nafsu. Manusia cenderung nafsu segalanya ....” tegas Tono.

“Jadi, kefitrahan kita sangat bergantung pada pengendalian dosa dan keinginan kita” tukas Surti.

“Tentu Bu. Maka agar terhindar dari dosa dan keinginan yang berlebihan, kita harus memperbesar dua hal saja. Satu, Kesalehan ritual, dengan cara mengerjakan syariat agama dengan benar dan baik. Ibadah yang optimal, yang lebih baik dari sebelumnya. Dan kedua, Kesalehan sosial, dengan cara beramal, merasakan hidup seperti orang-orang miskin, anak yatim. Dekati dan bantu mereka agar bisa lebih baik hidupnya. Itu tanggung jawab sosial kita. Kalau ke-2 hal itu dilakukan, insya Allah fitrah kita tidak hanya suci. Tapi juga bernilai plus” ujar Tono.

Mendengar nasehat suaminya, Surti makin bersemangat. Ia ingin sekali menjadikan Idul Fitri kali ini sebagai momentum untuk menjaga kesucian jiwa, kesucian hati.

"Yes, mulai sekarang aku harus lebih semangat dalam ibadah. Menjadi lebih baik dari sebelumnya. Karena hari ini, aku berada di titik nol, titik fitrah manusia" batin surti menggerutu. 

Surti pun bergegas, bersiap menuju rumah orang tuanya. Sungguh, kembali ke fitrah atau ke titik NOL membutuhkan sikap istiqomah yang benar-benar baru. Agar kita bisa menjaga kefitrahan yang sudah susah payah dicapai selama bulan Ramadhan kemarin, batin Surti bersemangat.

"Selamat Idul Fitri – Mohon Maaf Lahir Batin untuk kamu semua" dalam hati Surti ..... @PuasanyaSurti

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun