1 Januari 2015
Apa yang kita tinggalkan di tahun 2014 kemarin?
Agak sulit mengingatnya. Karena “kepintaran” kita terlalu mudah untuk menutupinya. Tapi ada tinggalan yang pasti. Yaitu, sisa-sisa pesta pisah sambut tahun baru. Sisa terompet, kembang api, mercon dan panggung-panggung hiburan. Tinggalan berupa sampah, kotoran pesta.
Adalah Tanti, petugas kebersihan DKI Jakarta, yang sejak pukul 05.00 WIB pagi ini (Detik.com, 1/1/2015) sudah harus membersihkan sampah yang tersisa dari perayaan tahun baru tadi malam. Hingga ia mengeluh tentang kebiasaan buang sampah sembarangan yang dilakukan oleh masyarakat Jakarta. “Harusnya kan orang kota lebih bersih ya. Maksudnya lebih sadar soal kebersihan gitu. Lah ini buang sampah sembarangan, jorok banget," ungkap Tanti. Tapi sudahlah, lagi-lagi, kata orang pintar itu kan hanya terjadi setahun sekali. Gak apa-apa, iya juga sih.
Hari ini, 1 Januari 2015 tiba. Ucapan SELAMAT TAHUN BARU 2015 bertebaran di mana-mana. Ada doa di dalamnya. Ada harapan. Dan lagi, orang-orang pintar itu mulai bikin coretan tentang rencana yang akan dilakukan di sepanjang tahun yang baru ini, tahun 2015. Banyak orang pintar menyebutnya RESOLUSI TAHUN BARU 2015. Istilah yang indah jika sepadan dengan sikap dan tindakannya. Gak apa-apa, sah-sah saja kok.
[caption id="attachment_387637" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: Google"][/caption]
Lalu, apa yang akan dilakukan di tahun 2015 nanti?
Banyak orang pintar bikin resolusi untuk tahun baru 2015. Sayang, semuanya atau sebagian besar lebih berpikir pada bentuk capaian fisik. Sebut saja, bagi karyawan, ingin punya rumah atau mobil baru atau pindah kerja. Bagi yang lajang, resolusinya pengen nikah dengan calon pasangan yang ideal, kaya dan parasnya ciamik. Bagi musisi pengen bisa rilis album baru. Bagi penulis agar bisa menghasilkan lebih banyak karya lagi. Pasti masih banyak lagi, tergantung status dan profesi masing-masing si orang pintar. Tapi point-nya, semua resolusi yang dibuat ukurannya fisik atau material. Karena kalau fisik, mudah diukur, ditakar, dan dihitung. Bisa dicapai atau tidak. Mudah kan? Iya juga sih.
1 Januari 2015, ada resolusi yang kita semua hampir lupa.
Yaitu resolusi kejiwaan, mental kita. Karena kita sadar, tidak ada capaian fisik material tanpa dilandasi jiwa/mental yang baik. Sukses fisik itu modalnya jiwa atau mental. Sukses fisik tidak mungkin terjadi tanpa landasan disiplin, semangat, spiritual yang luar biasa, tidak mudah putus asa, tanpa keluh-kesah, dan sebagainya yang urusannya mental. Orang pintar pasti lebih tahu banyak soal ini.
Memang, kata banyak orang, tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin tidak bisa dibantah lagi. Tapi jika kita telisik, baik-buruknya hari ini, hari kemarin, atau hari esok sangat bergantung pada kualitas kejiwaan atau mental kita. Lalu, dikonversi menjadi sikap dan perilaku hingga menghasilkan output berupa capaian fisik. Maaf ya, itu juga kalau benar yah? Mungkin perlu dipikirkan lebih matang lagi sih.
Jadi, tahun baru mungkin lebih pantas untuk sebuah resolusi menjadi “diri yang baru”. Diri dengan kejiwaan yang baru, mentalitas yang baru. Yang berubah dari sebelumnya ke arah yang lebih baik. Menjadi diri yang lebih baik dan menyenangkan. Minimal untuk orang-orang yang kita cintai, orang-orang yang berada di dekat kita.
DIRI yang BARU. Diri yang cara berpikirnya baru. Cara merasanya baru. Cara bersikap yang baru. Bertindak yang baru. Diri yang jiwanya berubah. Mentalnya berubah. Tidak mau lagi buang sampah sembarangan. Tidak mau lagi ngomongin orang. Tidak mau lagi berkeluh-kesah. Dan masih banyak lagi. Diri yang benar-benar memiliki cara pandang sama sekali berbeda dengan sebelumnya.
Dasar, orang pintar, ngomong mulu bisanya. Terus, gimana caranya, kasih tahu dong?
Caranya, memang tidak susah. Tapi juga tidak mudah. Sedikit mengutip bacaan Sufi, katanya untuk menjadi “DIRI yang BARU” secara kejiwaan, ada 3 cara yang bisa dilakukan. 1) Takhalli; artinya mengosongkan jiwa dari sifat-sifat buruk, seperti: sombong, iri, dengki, riya, cinta pangkat/jabatan, cinta pada dunia. 2) Tahalli; artinya menghiasi jiwa dengan sifat-sifat yang mulia, seperti: jujur, sabar, tawakal, ikhlas, dermawan, rajin, saling menolong, cinta pada Allah. 3) Tajalli; artinya nyata atau tampak, terbukanya tabir yang menghalangi diri kita sebagai hamba dengan Allah. Hamba yang lebih baik mempersiapkan kematiannya.
Sudah dulu ya. Ini kan cuma tulisan belaka. Tak lebih tak kurang. Tapi boleh juga sih, merenung, tentang DIRI yang BARU. Resolusi yang tidak hanya fisik, tapi resolusi kejiwaan. Perubahan mental kita. Agar ke depan ddan esok, terbangun pikiran-pikiran yang positif, semangat yang optimal, dan kepedulian yang bertambah.
Tinggal di kita, kapan mau melakukannya. Tahun ini atau tahun yang akan datang .... Silakan saja, wahai diri yang baru ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H