Palu hakim sudah diketuk. Penetapan tersangka Pak BG oleh KPK dinyatakan tidak sah. Apa itu artinya semua?
Tentu spekulasi makin merebak. Pak BG bakal dilantik. Atau jadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Entahlah yang mana yang benar? Satu yang pasti, Mr. Presiden akan makin pusing. Pucing, pucing, pucing.
Yang sudah terjadi pasti sulit diubah. Itu fakta. Alias kenyataan. Suka atau tidak kita harus menerima. Setuju atau tidak setuju, menjadi tidak penting lagi. Masalahnya, kita mau atau tidak berhadapan dengan realita. Itu saja.
[caption id="attachment_397431" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: Pribadi - Sikap itu Gak Sepele"][/caption]
Bergantung pada sikap kita. Sekali lagi SIKAP, bagaimana kita menyikapinya.
Lho kenapa sikap?
Gak tau juga deh, kenapa sikap ya. Tapi kalo ada negara kecil dan miskin sumber daya alamnya, bisa jadi negara maju. Itu karena apa coba? Sebut saja Singapura atau Korea. Kita di Indonesia, katanya kaya sumber daya alam, orangnya juga banyak. Lalu kenapa berbeda? Jawabnya gampang, SIKAP-nya yang beda. Maka terimalah realitas bangsa kita.
Sikap. Soal yang bukan sepele. Menerima atai menolak keadaan kita. Ada rasa suka atau tidak suka. Ada penilaian, bahkan reaksi menyenangkan atau tidak menyenangkan. Atas apa? Atas masalah, orang, atau situasi tertentu. Bisa juga soal Pak BG, Polri, KPK, atau Presiden. Mau nerima apa nolak ...
Sudah diputuskan atau belum, kok kita masih ngeluh aja. Sekarang ini makin banyak orang yang gak bisa nerima keadaan. Buat diri sendiri aa gak terima, apalagi buat negara.
Semuanya terletak pada sikap kita. Mungkin karena kita udah gak punya sikap. Lelah, letih sampe-sampe sikapnya hilang. Dan akhirnya, kita hanya bisa “membenarkan” pikiran sendiri. Tapi di saat yang sama “menyalahkan” orang lain. Terus terang, ini bukan soal kurang atau lebih. Tapi soal sikap.
Asal jangan sampe kita merasa “tidak lebih baik” dari segala yang sudah kita miliki. Lalu berpikir untuk “menjadi orang lain” yang menurut kita sempurna. Mau jadi apa kita kalo begitu?
Banyak dari kita yang sudah “kehilangan” sikap. Tidak lagi mengakui keputusan, tidak menerima apa yang sudah terjadi. Sungguh berat zaman sekarang. Banyak orang yang faktanya pintar, tapi sikapnya tidak. Banyak orang fakta ekonominya cukup tapi sikapnya miskin.
Ibarat lagi baca koran. Kita bilang hurufnya terlalu kecil. Tulisannya buram. Susah dibaca. Padahal mata kita yang gak normal, maklum udah plus. Setelah pakai kaca mata, baru teks koran itu terbaca dengan jelas. Kita kira teks koran yang kekecilan padahal mata kita yang sudah rusak. Lha, kalo gitu sikap kita dog yang harus diubah.
Pantes aja dunia terasa gelap. Karena kita lebih senang pakai kaca mata hitam. Cobba pake kkaca mata bening, pasti dunia terang. Jadi, terserah kita mau memilih sikap yang seperti apa? Sikap positif atau negatif, terserah kita.
Kalo kata orang bijak, banyak orang ingin hidup lebih baik, tetapi tidak punya “kemauan” untuk berubah menjadi lebih baik. Karenanya, sikap kitalah yang bisa “membaikkan” atau “menghancurkan” kita sendiri. Sungguh, sikap itu gak sepele ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H