Mohon tunggu...
Syarief Hasani
Syarief Hasani Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya adalah Dosen Fakultas Tarbiyah di Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah, Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya. Saya aktif sebagai penulis artikel pendidikan dan sebagai pengamat pendidikan. Selain itu saya pun sebagai praktisi pendidikan dengan mendirikan lembaga pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Rebo Wekasan di Indonesia: Sejarah, Praktik dan Pandangan Islam

7 September 2024   17:36 Diperbarui: 7 September 2024   18:13 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/JoJj1D3JPcgYjgK88Input sumber gambar

Rebo Wekasan adalah salah satu tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Jawa. Istilah "Rebo Wekasan" berasal dari bahasa Jawa, di mana "Rebo" berarti Rabu dan "Wekasan" berarti terakhir. Tradisi ini dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, bulan kedua dalam kalender Hijriyah.

Asal usul tradisi ini diyakini bermula dari kepercayaan bahwa pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, Allah menurunkan berbagai bala (bencana atau musibah) ke bumi. Dalam keyakinan masyarakat tradisional Jawa, hari ini dianggap sebagai hari yang penuh dengan kesialan, sehingga perlu dilakukan berbagai ritual untuk menolak bala.

Kepercayaan ini tidak terlepas dari pengaruh mistisisme yang berkembang di masyarakat Jawa, di mana ada perpaduan antara ajaran Islam dan tradisi lokal yang sudah ada sebelum kedatangan Islam. Meski demikian, seiring waktu, Rebo Wekasan menjadi bagian dari kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian dari tradisi budaya.

Dalam pelaksanaannya, Rebo Wekasan diisi dengan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memohon perlindungan dari Allah SWT agar terhindar dari bala. Beberapa praktik yang umum dilakukan meliputi:

  • Mandi Safar: Beberapa masyarakat melakukan mandi besar atau mandi safar di sungai, laut, atau sumber air lainnya pada pagi hari. Ritual ini dilakukan dengan keyakinan bahwa mandi pada hari ini dapat membersihkan diri dari nasib buruk dan musibah yang mungkin menimpa.
  • Doa Bersama dan Tahlil: Di banyak tempat, masyarakat berkumpul di masjid atau rumah untuk melaksanakan doa bersama dan tahlil. Mereka berdoa memohon keselamatan, keberkahan, dan perlindungan dari Allah SWT. Doa-doa ini sering dipimpin oleh tokoh agama atau kiai setempat.
  • Sedekah atau Kirim Doa: Sedekah juga menjadi bagian dari tradisi Rebo Wekasan. Masyarakat biasanya memberikan makanan atau bantuan kepada yang membutuhkan, sebagai bentuk amal yang diharapkan dapat menolak bala. Selain itu, kirim doa untuk leluhur yang sudah meninggal juga dilakukan pada hari ini.
  • Membaca Sholawat dan Surat Yasin: Membaca sholawat dan Surat Yasin secara berjamaah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual ini. Keyakinannya adalah bahwa bacaan-bacaan ini memiliki kekuatan spiritual yang dapat melindungi dari marabahaya.

Dalam pandangan Islam, kepercayaan bahwa hari tertentu membawa kesialan tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat. Islam mengajarkan bahwa baik dan buruk, keselamatan dan bencana, semuanya adalah kehendak Allah SWT dan tidak ditentukan oleh hari atau bulan tertentu.

Para ulama berbeda pendapat mengenai tradisi Rebo Wekasan. Sebagian ulama menganggapnya sebagai bentuk bid'ah (sesuatu yang diada-adakan dalam agama), karena tidak ada dalil yang shahih dari Al-Qur'an maupun Hadis yang mendasari ritual ini. Mereka menekankan bahwa segala bentuk ibadah dan ritual harus berlandaskan pada syariat yang jelas.

Namun, ada juga ulama yang lebih moderat dalam menyikapi tradisi ini. Mereka memandang Rebo Wekasan sebagai bagian dari tradisi budaya yang memiliki nilai-nilai positif, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Misalnya, praktik doa bersama, sedekah, dan membaca Al-Qur'an dianggap sebagai amalan baik yang diperbolehkan, asalkan tidak disertai keyakinan yang menyimpang. Dalil yang sering digunakan untuk menolak kepercayaan akan kesialan pada hari tertentu adalah sabda Nabi Muhammad SAW:

"Tidak ada penyakit yang menular dengan sendirinya, tidak ada yang namanya pertanda buruk, dan tidak ada yang namanya hari sial." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa Islam menolak keyakinan terhadap kesialan yang dikaitkan dengan waktu atau hari tertentu. Oleh karena itu, umat Islam diharapkan untuk lebih mengutamakan tawakkal (berserah diri) kepada Allah dan menjaga keyakinan yang murni berdasarkan ajaran Islam.

Tradisi Rebo Wekasan mencerminkan kearifan lokal yang kaya akan nilai-nilai budaya dan spiritual. Namun, dalam Islam, penting untuk memastikan bahwa keyakinan dan praktik yang dilakukan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Umat Islam di Indonesia, khususnya yang masih melestarikan tradisi ini, diharapkan untuk bijak dalam memadukan tradisi dengan ajaran Islam yang benar, serta selalu memohon perlindungan dan keberkahan hanya kepada Allah SWT. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun