Mohon tunggu...
Syarief Budi Aji[SBA]
Syarief Budi Aji[SBA] Mohon Tunggu... lainnya -

Rakyad sejati yang golput dan ingin mewujudkan tatanan Negara adil dan makmur berdasarkan firman Tuhan. Tidak punya aji mumpung dan ikut-ikutan. Dan berkeyakinan; Bahwa manusia pilihan Tuhan berbeda dengan manusia pilihan rakyat yang cuma ikut-ikutan memilih. \r\nSumber mulya,Talisayan, Berau, KALTIM.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kalau Ingin Pemilu Jurdil: Mungkin Harus Merubah Sistem"Gombal" Menjadi Sistem Pesta Kambing

30 Desember 2011   10:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:34 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini mungkin hanya ilusi, atau mimpi di sore bolong seorang rakyad kecil yang puya inspirasi dan punya bayak gelar. Yaitu: gelar orang kampung, orag kecil, orang udik, akar rumput, rakyat jelata dan berbagai gelar lainya yang tidak bisa di katakan.

Tetapi saya sering termenung, dan tercenung ketika melihat dan mendengar berbagai berita di berbagai media. Namun yang menjadi perhatian serius saya adalah, masalah sistem politik Negara. Sebagai mana sudah di akui dan di hormati semua manusia di muka bumi; setiap Negara demokrasi: pasti ada yang namanya” polotik”. Walau pun menurut saya; politik dan demokrasi itu berbeda. Tetapi semua orang menganggap sama. Demokrasi ya politik; politik ya demokrasi. Makanya semua keputusan Negara yang katanya demokratis ternyata hanya keputusan politik. Dan pesta demokrasi menjadi pesta politik. Karena menurut semua orang politik dan demokrasi memang sama. Tapi biar lah semua orang punya pendapat masing-masing.

Tetapi menurut saya; ada ‘tiga hal” penting yang perlu dicermati dan di koreksi dari berbagi penyelenggaraan pesta politik di indonesia ini. Baik yang di sebut pemilu atau pilkadal[ pilihan kepala daerah langsung]

1.Masalah pemberian” gombal”; yang di bagikan oleh para kontestanpemilu atau peserta pilkadal. Seperti yang sudah di ketahui oleh semua rakyat, setiapa ada pemilu atau pilkadal pasti ada yang bagi-bagi kaos kualitas rendah. Atau dalam bahasa saya di sebut “ Gombal”. Ini menurut saya; justru berdamapak negatif pada perjalanan pemilu atau pilkadal itu sendiri. Karena dengan adanya berbagai pemberian tersebut, akan membuat masyarakat tidak obyektif.A.Dia memilih hanya kalau di beri sesuatu imbalan. Dan akan menjadi ketergantungan rakyat.

B. Kemudian menjadikan pembiayaan pemilu atau pilkadal tidak akurat .Karena setiap peserta pemilu atau pilkadal akan mengeluarkan biaya sendiri. Akhirnyahanya orang-orang super kaya yang bisa ikut menjadi peserta pemilu atau pilkadal. Ini keluar dari demokrasi. Karena biar ada orang yang arif dan di sayangi rakyat, tapi kalau tidak bisa membeli banyak “gombal” untuk di bagikan kepada rakyat, pasti malu untuk ikut menjadi peserta pemilu atau pilkadal. Sementara itu rakyat sudah terbiasa dengan pemberian. Biar kaya apa baiknya orang, kalau tidak bisa memberi “gombal’” biar tidak tereliminasi di KPU atau KPUD, siap-siap saja pegang jidat lama-lama. Walupun belum pasti kalah tapi alamat kalah.

2.Gombal bisa menjadifilsafat. Kalau belum apa-apa sudah bagi-bagi gombal; bisa jadi, nanti setelah jadi “apa-apa”; lupa pada janjinya atau visi nya. Karena tentu sibuk memikirkan bagaimana mengembalikan modal pembelian gombalnya. Ini di sebut janji;”gombal” yang sudah membudaya di Indonesia tercinta ini. Dan inilah yang saya sebut sistem pemilu atau pilkadal “ Gombal”.

3.Masalah kotak suara. Seperti sudah banyak di ketahui publik; kotak suara bisa menjadi masalah. Contoh nya; pemilu 2004 lalu. Yang menjadikan bapak Mulyana W.Kusumad kk, harus masuk penjara, karena kotak ajaib tersebut. Belum lagi pilkadal di berbagai daerah yang jadi masalah. Karena calon Kepala Daerah yang kalah, banyak menuduh KPUD memanipulasi isi kotak suara ajaib tersebut.

Inspirasi saya adalah sebagai berikut:

a.Mungkin lebih baik pemberian apapun peserta pemilu/pilkadal harus di larang. Kalau masih tetap ada pelanggaran, harus di penjara, atau di keluarkan dari peserta pemilu atau pilkadal.

b.Pemilu/pilkadal di tanggung oleh Negara atau daerah yang mengadakan pil. Karena memang pemilu hajat Negara, dan Pilkadal hajat Daerah. Sebagai mana orang punya hajat, semua biaya harus di tangguh sendiri. Kalau toh memang ada yang ingin menyumbang baik dari luar maupun dari dalam, harus lewat KPU atau KPUD. Dengan begitu maka semua biaya pemilu atau pilkadal menjadi jelas dan akurat.

c.Bagikan kambing untuk di potong dan beras kepada setiap RT. Mungkin perlu di tambah sedikit uang untuk membeli bumbu. Kemudian kumpulkan semua rakyat untuk berpesta, dan memilih tempat yang telah di tunjuk oleh ketua RT setempat. Kumpulkan suara rakyat yang katanya mewakili suara Tuhan atau suara setan itu ke kaleng-kaleng bekas roti atau jerigen bekasa minyak juga boleh. Supaya tidak ada lagi biaya pembuatan kotak suara. Masyarakat jangan boleh pulang sebelum penghitungan suara berakhir. Supaya tidak ada satupun orang yang bisa mencoblos di tempat lain atau RT lain.Mungkin lebih jelas nya begini:

Andaikan hari H pemilu/pilkadal

Satu hari sebelum hari H; datang kambing dan beras serta sedikit uang bumbu.Waktu hari H:jam 5.30potong kambing

Kemudian ibu-ibu dan pemuda saling membantu memasak.Jam 7.00: rakyat suruh berkumpul ditempat yang di tentukan RT.Jam 8.00: sarapan bersamajam 8.30: Pemilihan. Hasil suara di taruhdi kaleng kosong atau jiregen kosong yang telah di saksikan . masyarakat dan petugas KPUatau KPUD.Jam 9.30: hasil penghitungan di kirim ke balaidesa. Sementara rakyat jangan boleh pergi sebelum penghitungan selesai, ini untuk menjaga supaya tidak bisa mencoblos di tempat lain. Jam 10.30: pengumuman di balaidesa. Di saksikan oleh para saksi dan para ketua RT untuk mencocokan keakuratan suara. Jam 11.00 hasil suara sudah harus di kirim ke Kecamatan. Kemudian ke tingkat yang lebih tinggi. Mungkin sistem pesta kambing inilah yang bisa membuat pemilu atau pilkadal di indonesia menjadi JURDIL.

Syarief budi aji.

29/12/2011

Kaltim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun