[caption id="attachment_232653" align="aligncenter" width="300" caption="Foto: www.radartotabuan.com "][/caption] Ada seorang oknum guru SMU digerebek warga karena diduga sedang berduaan dengan muridnya disalah satu rumah kosong milik saudara murid tersebut, yang kebetulan ditinggal pemiliknya kejakarta. Karena sampai jam 01.00 wib dini hari akhirnya oknum guru tersebut digerebek warga. Salah satu keluarga siswi mengatakan bahwa kejadian itu sudah ketiga kalinya.
Namun lagi-lagi kejadian itu tidak masuk keranah hukum karena berakhir dengan penyelesaian secara kekeluargaan.
Alasan yang disampaikan si Ooknum guru tersebut sangat tidak masuk akal. Oknum guru mengatakan kalau kedatangan dia kerumah kosong bersama muridnya itu karena dimintai tolong untuk membetulkan printer yang rusak.
Dan ketika ada beberapa wartawan yang mau konfirmasi kabar berita tersebut kepada pelaku, pihak pelaku (oknum guru) mengatakan bahwa masalah sudah diselesaikan dengan pihak keluarga perempuan secara kekeluargaan dan sudah selesai.
Pertanyaannya, apakah perbuatan atau peristiwa yang penggerebekan tersebut hanya bisa diselesaikan dengan dasar kesepakatan tanpa sanksi moral yang berlaku?.
Lalu bagaimana beban moral keluarga perempuan yang namanya sudah tercoreng?.
Apakah peristiwa yang memalukan itu bisa hilang dengan sebatas surat kesepakatan damai antara kedua belah pihak?.
Bagaiman warga yang merasa kampungnya dilecehkan dan dicemari dengan tindakan yang dianggap mencemari nama baik desa??.
Bagaimana tanggapan anda???.
Dimana peran hukum adat yang telah menjadi bingkai aturan dalam kita bermasyarakat di kehidupan sosial???.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H