Mohon tunggu...
Syardilla Fika
Syardilla Fika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan sosiologi 20

Mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi - Fakultas Ilmu Sosial - Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Iklan dalam Membentuk Gaya Hidup Konsumtif di Masa Pandemi Covid-19

14 Juni 2023   17:29 Diperbarui: 15 Juni 2023   23:28 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hampir tiga tahun terakhir, Pandemi Covid-19 melanda belahan dunia termasuk Indonesia. Keberadaan pandemi telah banyak merubah tatanan kehidupan social serta perilaku di masyarakat sendiri, termasuk perilaku konsumsi yang semakin meningkat. Adanya kebijakan social distancing juga membuat masyarakat akhirnya lebih memilih untuk berbelanja di situs layanan e-commerce hingga akhirnya daya beli masyarakat di masa pandemi justru mengalami peningkatan secara signifikan sejak kuartal kedua tahun 2020 terutama yang terjadi melalui berbagai situs layanan e-commerce (Permana et al., 2021). Oleh karena itu kecenderungan untuk mengonsumsi barang dan layanan secara di masa pandemi menjadi sorotan yang perlu diperhatikan secara serius.  Artikel ini mengarahkan pembaca untuk menganalisis gaya hidup konsumtif yang muncul selama masa pandemi COVID-19 dengan menggunakan pendekatan kritis dari perspektif Raymond Williams. Raymond Williams merupakan seorang teoretikus budaya dan sosial Inggris, memiliki pandangan yang kritis terhadap gaya hidup konsumtif. Menurut Williams, gaya hidup konsumtif mencerminkan dominasi kapitalisme dalam masyarakat modern. Artikel ini  akan menjelaskan dalam bagaimana peran iklan dalam membentuk gaya hidup konsumtif di sasa pandemi kacamata Raymond Williams.

Perilaku konsumtif mungkin sudah tidak asing lagi didengar masyarakat. Perilaku konsumtif adalah suatu perilaku mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang atau tidak diperlukan biasanya pada barang-barang yang sifatnya sekunder. Menurut (Tambunan,2001) perilaku konsumtif merupakan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan maksimal. Seiring dengan perkembangan teknologi yang hingga saat ini memudahkan seluruh aktivitas manusia maka merebaknya  layanan seperti e-commerce juga semakin memudahkan aktivitas belanja masyarakat terlebih lagi di masa pandemi Covid-19 COVID. Menurut  Survei Sosial Demografi Dampak COVID-19 yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2020 yaitu mengenai perilaku berbelanja online. Terdapat perubahan pola berbelanja masyarakatselama pandemi COVID-19. Diketahui sebanyak 31% responden mengalami peningkatan dalam belanja online mereka, sedangkan hanya 28% dari mereka yang mengalami penurunan (Badan Pusat Statistik, 2020). Adanya keterbatasan masyarakat untuk keluar rumah selama pandemi mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi barang melalui e-commerce atau memesan makanan secara online  dikarenakan tidak perlu keluar rumah untuk membeli barang dan barang sampai dengan aman ke alamat tujuan selain itu aplikasi belanja online hampir setiap harinya menawarkan berbagai macam promo  yang biasanya di tampilkan juga pada iklan mulai dari iklan di media sosial televisi dan lain-lain. Promo-promo tersebut seperti promo saat tanggal cantik, promo pada hari-hari tertentu  seperti hari lebaran, dan lain sebagainya tentu ini  dapat  menggiurkan konsumen dan berakibat pada meningkatnya gaya hidup konsumtif pada masa pandemi.

Adanya peningkatan gaya hidup yang seakan-akan menekankan bahwa keberadaan penampilan diri justru telah mengalami eksistensi dalam realitas kehidupan sehari-hari menandakan kehadiran Budaya konsumen kontemporer. Budaya konsumerisme berkaitan dengan Budaya populer, yaitu sebuah masyarakat yang senantiasa merasa kurang dan tidak puas secara terus menerus, sebuah masyarakat konsumtif dan konsumeris yang membeli bukan berdasarkan kebutuhan, namun keinginan bahkan gengsi. Barang-barang tersebut memperbudak manusia sepanjang hidupnya agar mendapatkannya. Promo yang ditampilkan pada e-commerse, media sosial hingga iklan pada televisi mampu memberikan sebuah persepsi dan citra produk pada konsumen yang melihatnya sehinga masyarakat berbelanja bukan karena kebutuhan, melainkan karena "citra" kebendaan yang dimiliki. Menurut Raymond Williams dan Simon During (1993) mengatakan bahwa iklan dapat membentuk sebuah dunia magis yang mengubah komoditas ke dalam situasi gemerlap dan mempesona melalui media massa.

Budaya ditampilkan pada sebuah iklan akan menjadi sarana untuk menampilkan representasi suatu hal, seperti gaya hidup maupun identitas tertentu. Pengaruh iklan yang bersifat hegemoni secara tidak langsung dalam mempengaruhi masyarakat sebagai konsumen.  Contohnya seperti  gaya hidup konsumerisme yang  sering kali dipromosikan melalui iklan dan media massa yang dikuasai oleh korporasi besar. Hal ini menciptakan narasi dan citra tentang apa yang dianggap penting, trendi, dan diinginkan dalam masyarakat. Gaya hidup yang didasarkan pada konsumsi ini dapat menghasilkan dominasi ekonomi dan sosial yang lebih luas. Williams (dalam Faruk, 2003: 79) menekankan pemahaman yang di dalamnya hegemoni adalah sebuah proses yaitu sesuatu yang terus-menerus diperbaharui, diciptakan kembali, dipertahankan, dan dimodifikasi bukan suatu bentuk dominasi secara pasif.

Berbelanja atau membeli barang merupakan salah satu bentuk kebudayaan pada masyarakat. Kebudayaan sebagai sesuatu yang hidup sebagai "keseluruhan cara hidup." Menurut Raymond Williams (dalam  Storey, 2009:44) ada tiga kategori umum dalam definisi kebudayaan. Pertama, kategori "ideal", di mana kebudayaan adalah suatu pernyataan atau proses penyempurnaan manusia, dalam nilai-nilai mutlak dan umum. Kedua, kategori "dokumenter", di mana kebudayaan diartikan sebagai tubuh dari karya intelektual dan imajinatif, yang dalam keterangan rinci, gagasan dan pengalaman manusia direkam (artefak) dengan beraneka ragam aktivitas. Ketiga, adalah definisi "sosial", di mana kebudayaan adalah gambaran cara hidup tertentu yang mengungkapkan makna-makna dan nilai-nilai tertentu, tidak hanya pada seni dan pembelajarannya, tetapi juga pada adat dan tingkah laku sehari-hari. Namun, Williams lebih menekankan karakter kehidupan sehari-hari, yaitu kebudayaan sebagai keseluruhan cara hidup. Baginya kebudayaan sekaligus meliputi seni, nilai, norma-norma, dan benda-benda simbolik dalam hidup sehari-hari, yang merupakan bagian dari totalitas relasi-relasi sosial.  

Dalam iklan seringkali menggunakan teknik persuasif untuk menarik kebutuhan buatan pada konsumen misalnya seperti iklan yang menyoroti produk atau layanan yang dianggap esensial atau penting dalam menghadapi situasi pandemi, seperti  layanan antar makanan, produk kesehatan, produk kebersihan, atau solusi untuk mengatasi dampak pandemi. Adanya teknik persuasif pada  iklan  ini dapat mendorong konsumen untuk membeli barang atau jasa yang sebenarnya tidak mereka butuhkan secara mendesak. Iklan  juga seringkali menggambarkan gaya hidup yang dianggap sukses atau diinginkan, seperti memiliki barang-barang mewah, berlibur di tempat eksotis, atau memiliki barang elektronik terbaru. Selama pandemi, ketika banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah dan merasa terbatas dalam aktivitas sosial, iklan dapat memperkuat keinginan untuk memenuhi kekosongan emosional dengan materi. Dalam situasi ini, konsumsi menjadi cara untuk mencapai kepuasan pribadi dan prestise sosial. Oleh karena itu maka  timbulah perilaku konsumtif yang semakin meningkatkan gaya hidup konsumtif di masa pandemi.

Kesimpulan 

Perkembangan teknologi dan adanya layanan e-commerce telah memudahkan aktivitas belanja masyarakat, terutama selama masa pandemi COVID-19. Keterbatasan untuk keluar rumah mendorong masyarakat untuk berbelanja online, dan promo-promo yang ditawarkan oleh aplikasi belanja online menambah daya tarik konsumen untuk membeli barang secara impulsif. Iklan dan media massa sering kali menciptakan citra tentang apa yang dianggap penting, trendi, dan diinginkan dalam masyarakat, yang mempengaruhi perilaku konsumtif. Gaya hidup berbasis konsumsi ini dapat menghasilkan dominasi ekonomi dan sosial yang lebih luas.

Daftar Referensi 

Badan Pusat Statistik. (2020, June 1). Badan Pusat Statistik. Retrieved June 14, 2023, from https://www.bps.go.id/publication/2020/06/01/669cb2e8646787e52dd171c4/hasil-survei-sosial-demografi-dampak-covid-19-2020.html

Barker, C., & Jane, E. A. 2016. Cultural Studies: Theory and Practice. SAGE Publications.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun