Regulasi yang berlaku juga diterminant. Sejumlah UU kenegaraan sangat urgent. Ketaatan terhadap UU justru lebih urgent. Sebutlah ada sebuah rezim yang berupaya melaksanakan regulasi perundang-undangan dengan baik, bisa saja chaos karena kaum opposannya yang tak setuju dan cenderung melanggar ketentuan UU itu sendiri.
Baik buruknya praktik politik, tidak hanya ditentukan oleh rezim penguasanya, sebagai aktor utama. Faktor pendukung dan oposannya juga diterminant. Kasus Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun, merupakan kolaborasi penguasa dan pendukung utama di sekelilingnya.
Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini pun patut juga kita jadikan bahan kajian. Kasus Pilpres yang nada-nadanya cenderung rusuh dan camuh ini, memerlukan telaahan obyektif dan mendalam siapa pelakunya. Apakah ini kesalahan masif dari rezimnya, atau karena ketidak-siapan kaum oposisi menerima hasilnya. Munculnya gerakan anarkis dan penolakan akan hasil Pilpres pasca diumumkannya hasil Pilpres oleh KPU, patut kita kaji rame-rame.
Bahwa kesempurnaan itu masih jauh, itulah tugas kita semua sebagai manusia. Bukankah dalam kitab-kitab suci agama-agama yang ada di dunia ini, manusia ini makhluk terbaik. Tugasnya pun menebarkan kebajikan, dan membasmi kemunkaran. Oleh karena itu, semua manusia, yang peduli kebajikan, harus berkarya, sesuai kadarnya. Terkait upaya menjaga kelangsungan negara, harusnya manusia mampu berpikir jernih, proporsional dan profesional, mana yang baik dan mana yang buruk.
Kaum scholar, ilmuwan dan agamawan harus berkontribusi untuk menciptakan dan mensosialisasikan pesan-pesan kebajikan. Semua perangkat rezim harus mampu juga untuk menjalankan dan melaksanakan regulasi perundangan dengan baik. Begitu pula semua elemen lain, termasuk kalangan oposisinya, harusnya tetap dijalurnya dengan baik. Tak ada pelanggaran sistem, konsep civil society yang pernah bertahun-tahun diperjuangkan, harus dilanjutkan penerapannya dalam koridor yang normal dan rasional.
Tugas manusia ke depan adalah melakukan advokasi bagi rakyat banyak. Agar kita sebagai makhluk di bumi ini tak sekadar suka mengagumi negara-negara maju yang kerap diamsalkan sangat Islami, melainkan kita sendiri yang bisa memulai, dengan menjadikan negara kita sendiri yang pada saatnya bisa sangat Islamy. Mudah-mudahan kita semua bisa memulainya.
Renungan di Hotel O, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H