Pada tanggal 3 Maret 2024, para siswa-siswi Global Prestasi School menyertai beberapa guru pendamping melakukan perjalanan ke Wonosobo, yaitu tepatnya di desa Buntu. Perjalanan kita ke Wonosobo menggunakan bus yang menghabiskan  waktu 10 jam. Local immersion kita pun berlangsung selama 5 hari. Sesaat sampainya kita disana, kita disambut hangat oleh para warga di desa Buntu. Kita bergegas untuk berkumpul di posko, para siswa-siswi mengikuti para orang tua asuh untuk kerumah masing-masing. Setelah h sampai di rumah Ibu asuh, dan kita lansgung makan sarapan bersama sambil berbincang-bincang bersama Ibu asuh kita yakni, ibu Murni.Â
Keesokan harinya pada tanggal 5 Maret 2024, kegiatan kami semua yaitu berkunjung sekaligus mengajar di Sekolah Dasar Wonosobo, banyak sekali hal baru yang dapat pelajari, sempat penulis berbincang sederhana mengenai cita-cita bersama beberapa siswa di kelas 3, penulis sangat tersentuh ketika mendengarnya, ada yang ingin menjadi seorang pembalap, seoarang angkatan militer, bahkan seorang astronot. Â Mereka juga menceritakan bahwa setiap sepulang sekolah mereka menhabiskan waktu untuk bermain bersama.
Setelah kegitan mengajar dilaksanakan. Selanjutnya yaitu, kegiatan posyandu di keesokan harinya. Faktanya, kegiatan posyandu cukup menguras energi akan tetapi, sebagai kegiatan yang menyerukan. Tak kalah serunya, karena pada tanggal 7 Maret 2024, kegiatan penulis yaitu melakukan bazar di desa Buntu. Diawali oleh ibu-ibu yang mulai memburu setiap booth, dan diikuti para bapak-bapak serta anak-anak. Bahkan sebelum bazar dimulai, mereka sudah menanti didepan  setiap booth. Suasananya pun semakin ramai seiring turunnya harga sampai harga Rp 1000 mendapatkan 5 baju atau beli 1 gratis 2 baju. Tak dapat dipungkiri, salah satu dampak positifnya yaitu, adanya interaksi sosial dan negosiasi antar para warga dan para siswa-siswi.
Pada tanggal 8 Maret 2024, kegiatan terkahir yaitu farewell bersama orang tua asuh, kita semua saling bertuka cerita dan pikiran bersama ibu Murni dan bapak Sutardi. Bapak Sutardi bercerita bahwa beliau suka bertani, dan sebagian besar hasilnya seperti kentang, kubis,dan lainnya juga dijual kembali di Jakarta, Jogja, Semarang. Sementara Ibu Murni gemar menjahit di rumah.Â
Tak hanya itu, kebiasaan yang jelas terlihat dari kehidupan di desa Buntu bisa dikaitkan dengan norma kesopanan, mengapa begitu?Â
Ikatan antar tetangga terasa seperti keluarga sendiri, yang dimana warga desa Buntu sangatlah dekat dan saling kenal antar satu dengan yang lainnya, dapat terlihat bahwa warga desa Buntu memiliki tingkat kesopan yang cukup tinggi. Sangking eratnya ikatan persaudaraan disana, kebiasaan para warga disana yaitu mengunjungi rumah tetangga setelah sepulang kerja. Warga desa Buntu juga mempunyai toleransi yang sangat tinggi, mereka ikut serta dalam kerja bakti di tempat ibadah, ikut merayakan seluruh perayaan agama. Dan tentu saja mereka sangat hormat dan menghargai perbedaan agama disana, Hal tersebut bisa dikaitkan dengan kaidah agama, dimana kepercayaan manusia akan tingkah lakunya berhubungan dengan dunia dan akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H