Pada tanggal 14 hingga 16 Maret 2016, saya berkesempatan untuk mengikuti pelatihan tentang perubahan iklim dunia, dampak-dampaknya, dan solusi yang diadakan di Manila, Filipina. Pelatihan ini dipimpin oleh Al Gore, mantan wakil presiden Amerika Serikat. Berkat keperduliannya pada kesinambungan planet bumi ini, Al Gore dianugrahi hadiah Nobel perdamaian pada tahun 2007.
[caption caption="Manila, 14 - 16 Maret 2016 (Sumber: Foto pribadi)"][/caption]
Pelatihan yang dihadiri oleh ratusan orang dari 53 negara yang berbeda berlangsung cukup padat, mulai dari pukul 9 pagi hingga pukul 6 malam. Karena pelatihan ini diadakan di Filipina, negara yang sangat rentan terhadap bencana alam akibat perubahan iklim, maka beberapa tokoh lokal yang perduli dengan perubahan iklim dihadirkan juga untuk memberikan pendapatnya. Beberapa tokoh lokal tersebut seperti Senator Loren Legarda, yang bertanggung jawab untuk bidang hukum lingkungan, atau Mayor Alfred Romualdez, walikota dari kota Tacloban, yang sempat luluh lantak terhantam topan Yolanda.
Pelatihan ini benar-benar membuka mata saya bahwa berbagai akibat dari perubahan iklim begitu dekat dengan keseharian kita. U.S. Department of Defence dalam 2014 Climate Change Adaptation Roadmap menuliskan bahwa perubahan iklim dunia akan mengakibatkan kurangnya persediaan bahan makanan dan air, meningkatnya pandemi penyakit, pertikaian antara para pengungsi demi sumber daya alam, serta kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana alam.Â
Indonesia masih cukup "beruntung" karena tidak termasuk negara yang rentan atas bencana alam ekstrim, seperti Filipina. Namun, hasil penelitian dari International Food Policy Research Institute (2011) mencatat bahwa hingga tahun 2030, Indonesia akan mengalami peningkatan temperatur udara kurang lebih sekitar 0.8 derajat Celcius. Curah hujan di Indonesia juga mengalami perubahan, di mana musim penghujan menjadi semakin pendek. Apa dampak perubahan iklim ini untuk Indonesia?Â
Mungkin bagi sebagian besar pembaca tulisan ini, yang tinggal di daerah perkotaan, berpikir bahwa mereka tidak pernah mengalami langsung dampak dari perubahan iklim dunia. Kemungkinan terburuk, kita hanya sibuk mengutuki temperatur udara yang dirasakan semakin panas dari tahun ke tahun. Tanpa kita sadari, sebenarnya kita sedang mengalami dampak dari perubahan iklim tersebut. Kadar nutrisi dari nasi yang kita konsumsi mungkin tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh meningkatnya kadar karbondioksida di udara. Atau, peningkatan suhu udara menyebabkan peningkatan penggunaan air, yang dapat berujung kepada semakin berkurangnya persediaan air alam.
Tiga hari bersama para pejuang lingkungan hidup ini membuat saya menjadi lebih menghargai alam yang ada di sekitar saya. Seperti yang dikatakan oleh Al Gore, tidak mungkin kita evakuasi seluruh penghuni bumi ke planet lain untuk memulai hidup yang baru di sana. Planet bumi ini adalah satu-satunya planet yang merupakan rumah kita, yang harus kita jaga dan pelihara.Â
Mari mulai menjaga dan memelihara rumah kita dengan hal-hal yang paling sederhana, seperti mematikan lampu atau listrik yang tidak digunakan, membawa kantong belanja dari rumah, atau tidak membuang sampah secara sembarangan.
Salam sejahtera :)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H