Mohon tunggu...
Syam Hasan
Syam Hasan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Menilik Obligasi, Solusi Sumber Pembiayaan untuk Mempercepat Program Pembangunan Nusantara

15 Desember 2017   07:40 Diperbarui: 15 Desember 2017   08:29 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Indonesia, seperti negara berkembang lainnya di dunia, terus menggencarkan pembangunan di berbagai sektor, dimana hal tersebut dilaksanakan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan, serta keadilan sosial di seluruh Indonesia.  Pembangunan tersebut semakin terlihat pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo sekarang ini, yakni program pembangunan gencar-gencaran di seluruh nusantara demi memutuskan mata rantai dan belenggu keterisoliran akses ekonomi rakyat Indonesia. Sehingga untuk menyukseskan program pembangunan tersebut, maka diperlukan sebuah perencanaan pembiayaan pembangunan yang matang, demi menghindari terjadinya kerugian dari segi finansial negara di masa yang akan datang.

Pembiayaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sendiri terbagi atas 2, yaitu pembiayaan konvensional dan pembiayaan non konvensional. Pembiayaan konvensional sendiri merupakan pembiayaan yang berasal dari APBN yang didapat dari pungutan pajak masyarakat. Mayoritas pembangunan di Indonesia menggunakan sumber pembiayaan ini, baik untuk dana pembangunannya maupun dana operasionalnya. 

Namun, kebiasaan dalam memakai metode pembiayaan tersebut menyebabkan kebergantungan pemerintah pada sumber dana tersebut sehingga ketika APBN semakin menipis, maka pembangunan pemerintah menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembiayaan non konvensional dapat dijadikan solusi alternatif pembiayaan karena sumber tersebut didapat dari sumber non pemerintahan (swasta, masyarakat) serta cukup menguntungkan jika dikelola dengan baik, salah satu sumber pembiayaan non konvensional adalah Obligasi atau yang lebih dikenal sebagai Surat Hutang.

Obligasi merupakan suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi (emiten) beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Jadi, Obligasi pada dasarnya merupakan surat pengakuan utang atas pinjaman yang diterima oleh perusahaan penerbit obligasi dari masyarakat pemodal.

Obligasi memberikan keuntungan sumber dana alternatif yang dapat mempercepat kemajuan pembangunan negara, bahkan di awal kemerdekaan Indonesia sendiri, obligasi tercatat berhasil mencegah Indonesia dalam mengalami inflasi. Keuntungan lainnya adalah pencarian peminat dalam membeli obligasi ini (swasta atau masyarakat umum) juga tergolong cepat, dikarenakan obligasi menawarkan bunga yang lebih tinggi daripada bunga yang diberikan deposito atau suku bunga Bank Indonesia (SBI) kepada pemegangnya, serta ciri khas obligasi yang memiliki waktu jatuh tempo mengakibatkan seberapa liarpun pergerakan harga obligasi, jika tidak terjadi gagal bayar, maka obligasi akan kembali pada harga nominalnya. Sementara karena saham tidak memiliki waktu jatuh tempo, harga bisa bergerak liar tidak terkendali.

Di Indonesia pun telah diatur mengenai obligasi ini, spesifiknya adalah pada UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang mana Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Serta tercantum pada badan undang-undang tersebut, daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah di pasar modal domestik. Serta hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Adanya payung hukum yang mengatur tentang adanya obligasi tersebut juga memberikan keuntungan terhadap penerapan obligasi pada pembiayaan pembangunan di Indonesia, seperti jaminan yang jelas kepada pemegang oblikasi sehingga hubungan antara penerbit obligasi (pemerintah) dengan pemegangnya semakin jelas. 

Semakin jelasnya jaminan hukum tersebut mengakibatkan pembeli obligasi tidak takut dalam memberikan dananya kepada pemerintah, serta dapat menghindari kasus "obligasi yang tidak dapat diuangkan" yang terjadi pada tahun 1950-an. Dimana pemerintah orde lama mengeluarkan obligasi dengan kurun waktu 40 tahun namun dikarenakan tidak adanya hukum yang menjamin serta bergejolaknya politik mengakibatkan obligasi yang ada tidak dapat diuangkan dan berpindah0pindah tangan.

Saat ini, pembiayaan pembangunan menggunakan obligasi diwacanakan untuk diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang menggunakan obligasi untuk membiayai pembangunan infrastruktur daerahnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memuji langkah Pemprov Jateng ini dalam menggunakan obligasi sebagai pembiayaan alternatifnya dikarenakan dana yang didapat dari obligasi lebih fleksibel dalam penentuan penggunaannya dibandingkan dengan dana yang bersumber dari APBD. 

OJK juga merekomendasikan sistem obligasi yang meniru kesuksesan pengambilan dana pembiayaan dari pasar modal misalnya pernah dilakukan di California pada 1928 saat membangun Golden Gate Bridge. Saat pengambilan dana itu tenor yang dipakai hingga 40 tahun, dan pada 1971 utang sudah dilunasi.

Mengenai wacana penerapan obligasi tersebut, alangkah lebih baiknya Pemprov Jateng sendiri merencanakan model pembiayaan obligasinya secara detail dan rinci. Hal ini dikarenakan sudah banyak kasus penerbit obligasi yang jatuh bangkrut, yang mayoritas adalah perusahaan seperti kasus Pefindo dahulu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun