Mohon tunggu...
Syamsuri Yanto
Syamsuri Yanto Mohon Tunggu... -

Mahasantri Ma'had al Jamiah dan Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Penulis dan Spiritual Motivator

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pendewaan Korupsi

2 Mei 2014   17:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:56 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi yang ada di Indonesia tidak lagi disebut sebagai tradisi, namun sudah menjadi gaya hidup (life style) dan seni pekerjaan (job art). Istilah itu diberikan kepada koruptor, karena korupsi di Indonesia sudah mendarah daging. Sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Coba bayangkan, korupsi di Indonesia semakin meningkat. Perkembangannya sangat pesat, setiap tahunnya bukan malah turun namun tambah menjadi-jadi. Mungkin bagi Koruptor, tidak ada lagi bisnis yang paling sukses selain korupsi. Korupsi lebih menguntungkan dari segala investasi yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, mereka seakan-akan bangga dengan pekerjaan busuk itu.

Mayoritas korupsi di negeri ini dilakukan oleh pejabat yang telah menjadi kepercayaan rakyat. Para pejabat itu, bukanlah orang yang tidak dapat membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk. Para Koruputor itu rata-rata memiliki status sosial yang tinggi ditambah lagi mereka itu rata-rata terkenal dan berpendidikan tinggi. Namun yang sangat fatal, mereka lebih mendahulukan kesenangan pribadinya dari pada kemaslahatan bangsa.

Ada beberapa hal yang akan menyebabkan terjadinya korupsi yaitu, karena integritas dari pegawai yang kurang berkualitas, sistem pemerintahan dan pengawasan yang tidak efektif dan efisien, sanksi hukum yang tidak tegas dan tidak memiliki efek jera sama sekali. Selain itu, korupsi sangat sulit dideteksi dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun yang pasti, Korupsi merupakan salah satu hasil dari sikap masyarakat yang selalu mendewakan uang di atas segala-galanya dan menjadikannya sebagai kekuasaan yang mutlak. Mereka mengira dengan uang akan menaikkan status sosial mereka di masyarakat, mencukupi terhadap sesuatu yang menjadi kebutuhannya serta imajinasi lain yang ada di pikiran mereka.

Kata “ korupsi ” adalah kata yang mudah diingat, gampang diucapkan serta sudah dikenal oleh masyarakat. Sehingga semua strata sosial yang ada di masyarakat mengetahui kata tersebut. Namun korupsi membawa dampak yang sangat besar, baik dari diri sendiri, masyarakat maupun negara. Dampak yang diperoleh jauh lebih dahsyat dan lebih jahat dari tindakan terorisme, bencana alam dan lain-lain.

Jika dilihat dari perspektif yang transparan, korupsi seolah-olah telah menjadi bagian dari hukum alam (Sunnatullah). Sehingga bagi mereka (baca: Koruptor) korupsi telah menjadi tradisi yang boleh bahkan wajib dilakukan. Mereka tidak pernah berpikir dengan akal yang sehat bahwa korupsi ini sangat merugikan sekali, terutama minusnya uang negara akibat perbuatan koruptor. Dan yang paling utama adalah kerugian yang diderita oleh rakyat. Jika uang yang seharusnya mengalir ke rakyat miskin, tetapi malah mengalir ke kantong koruptor. Sehingga bisa dikatakan bahwa negara ini masih dalam situasi dan kondisi terjajah dan belum merdeka. Namun yang lebih parahnya, yang menjajah bukanlah negara lain tetapi warga negaranya sendiri. Yang kaya menjadi kaya khususnya pejabat yang korupsi dan berdasi, serta yang miskin tambah menjadi miskin karena haknya sudah diambil. Sungguh ironis sekali realita di negara ini, sesuai dengan pepatah “ Sudah Jatuh Tertimpa Tangga” .

Presiden dan pejabat lainnya harus lebih tegas dalam menangani kasus korupsi. Presiden memastikan bahwa kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia. Bukan malah dinikmati oleh orang yang mempunyai modal, investor asing serta orang yang mempunyai kekuasaan belaka. Instansi pemerintahan yang ada di negeri ini, perlu ada kerjasama yang konsisten antara instansi yang satu dengan instansi yang lainnya. Karena korupsi yang ada di Indonesia dilakukan secara berkelompok. Maka, cara pemberantasannya juga harusberkelompok. Sesuai dengan kata pepatah “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”.

Pemerintah diharapkan mendukung untuk memfungsikan infrastruktur sosial, politik yang ada di masyarakat guna menjadi penghalang terjadinya korupsi, mulai dari Pemerintahan pusat hingga struktur pemerintahan paling bawah yang ada di masyarakat. Selain itu pemerintah kita harus bercermin kepada negara-negara yang telah sukses memberantas kasus korupsi. Hukum di negara tersebut sangat keras dan bijaksana. Seperti China dengan hukuman matinya bagi para koruptor.

Kasus korupsi yang ada di negeri ini, tidak akan terjadi jika pejabat pemerintahan mempunyai dasar agama dan keyakinan yang kuat. Semua agama yang ada di dunia ini, melarang pemeluknya untuk khianat terhadap amanat yang diberikan oleh negara dan rakyat. Praktek korupsi merupakan salah satu bentuk pengkhianatan seseorang atau kelompok terhadap negara. Hal itu, merupakan dosa bagi para pelakunya. Jika seseorang sudah mempunyai landasan agama yang kuat, mereka akan merasa bersalah untuk melakukan perbuatan korupsi. Mereka akan secara otomatis akan merasa di awasi oleh Tuhan. Hatinya akan tenteram dan tenang. Dalam hal ini, peran penting dari agama sangat dibutuhkan dalam memberantas korupsi yang sedang merajalela di Indonesia.

Kita hanya dapat berharap kepada pemimpin kita, untuk kembali kepada jalan yang benar. Mereka yang melakukan tindakan tersebut supaya sadar dan intropeksi diri. Mereka sia-sia makan makanan yang enak jika uang yang digunakan adalah uang rakyat. Sampai kapan pun hal itu tidak akan bermanfaat. Mereka mungkin di dunia hanya merasakan kesenangan hidup. Namun, kita tidak mengetahui nanti mereka di alam yang berbeda mendapatkan mendapat kesenangan atau malah sebaliknya mendapatkan siksa dari Tuhan. Karena kehidupan tidak hanya dapat diraih di dunia saja, masih ada alam yang lebih adil dan bijaksana dari alam ini yaitu alam akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun