Anjuran untuk melaksanakan sholat di rumah masih menjadi polemik di sebagian daerah. Sebagian mereka menganggap bahwa anjuran sholat di rumah adalah propaganda dan ekspresi ketidaksukaan kelompok tertentu terhadap Islam. Kelompok tersebut sengaja mengeluarkan ultimatum guna menjauh Islam dari rumah ibadahnya serta menjauhkan umat Islam dari Tuhannya.
Anggapan seperti ini merupakan anggapan yang keliru, absurd, dan penuh kecurigaan. Kita terlalu terbiasa untuk memahami segala hal dengan mengedepankan sentimen keagamaan dan sentimen spiritual.Â
Padahal pemerintah, para ulama, tim medis lapangan tidak memiliki kepentingan sejauh itu. Dan, yang paling penting mereka tidak mungkin menyepakati kejahatan secara bersama-sama. Mesti ada di antara mereka yang memilki idealisme yang kuat dan mengkritik kebijakan tersebut, jika terdapat rencana kejahatan.
Para ulama dalam mengeluarkan fatwa dan berijtihad memiliki tanggungjawab moral dunia dan akhirat. Mereka adalah orang-orang yang diakui kepakaran dan keshalehannya. Sehingga mereka tidak mungkin berani membuat sebuah keputusan untuk umat yang terlalu beresiko.
Keputusan dan fatwa untuk shalat di rumah bukan melarang untuk mendekati masjid. Tetapi, harus dilihat sebagai upaya untuk melindungi jiwa manusia. Kewaspadaan ini perlu diambil oleh para ulama sebagai jalan menghindari mafsadat. Dengan keyakinan bahwa shalat di rumah bersama keluarga lebih besar pahalanya dibandingkan shalat berjamah di masjid.
Dalam Islam satu jiwa manusia sama berharganya dengan jiwa seluruh populasi manusia (QS. Al-Maidah : 32). Anjuran untuk tidak melaksanakan sholat berjamaah di masjid, selain memutus rantai penyebaran virus corona.Â
Anjuran ini juga dalam rangka melindungi jiwa manusia, ketentraman masyarakat, dan keselamatan bangsa dan negara dari kegagalan. Kerugian tidak hanya diterima oleh orang per orang, bahkan bisa berdampak meluas. Pertimbangan inilah yang diambil sebagai landasan sosiologis, politik, Â dan filosofis.
Kesadaran kita dalam memahami bencana atau ujian yang Allah berikan ini sangat penting. Sehingga dapat berlaku adil dan proporsional. Agama dan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad sangat mudah, ramah lingkungan, dan sangat memperdulikan kondisi manusia.Â
Dalam Islam ada yang disebut rukhsah (kemudahan) dalam menjalankan aktivitas keagamaan. Agama tidak memaksakan ajarannya yang sulit, apalagi membahayakan umat yang menjalankannya.
Kemudahan-kemudahan ini harus dimanfatkan sebaik mungkin dan dimaknai secara mendalam oleh kita semua untuk menunjukkan bahwa kita manusia yang lemah dan terbatas kehendaknya. Kita tidak memiliki kemampuan apa-apa, jika Allah menghendaki apapun untuk kita.Â
Begitu kecil, rendah, dan lemahnya kita, menghadapi virus sekecil itu pun kita kewalahan dan menemui kesulitan dalam menyelesaikannya. Bahkan, virus itu dapat merubah semua aktivitas dan sistem komunikasi kita.
Selama pandemi ini, kita harus waspada (bukan berati takut dan panik) dan mengikuti segala arahan pemerintah. Apalagi jika daerah atau wilayah kita sudah banyak yang terjangkit virus tersebut.Â
Menjaga keselamatan diri, keluarga, dan orang lain adalah manifestasi ibadah yang paling puncak. Pandemi ini adalah medium untuk menguji konsistensi keimanan kita terhadap yang transenden serta isu-isu kemanusiaan sebagai aktualisasinya.
Pemerintah tidak bisa dibiarkan untuk bergerak sendiri. Kita sebagai warga negara yang baik juga harus mengambil peran penting di dalamnya. Ibadah di rumah atau beraktivitas di rumah dan taat pada pemerintah adalah salah satu cara kita membuktikan bahwa kita cinta terhadap bangsa dan negara ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H