Mohon tunggu...
Syamsurijal
Syamsurijal Mohon Tunggu... Penulis lepas

Seorang penulis lepas dan pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Titik Temu antara Agama dan Filsafat

26 April 2020   01:50 Diperbarui: 26 April 2020   02:34 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika kita memunculkan kata "filsafat", tidak sedikit orang akan mulai curiga, antipati,  dan bahkan mengutuknya. Dan, tidak sedikit juga orang yang menganggap biasa-biasa saja dan bahkan tidak ada istimewanya, karena seringnya dia membaca konten yang bersentuhan langsung dengan filsafat.

Namun, terlepas dari penilaian pro dan kontranya; bagi saya, filsafat adalah semacam alat atau teropong untuk melihat masalah secara utuh. Kemampuan filsafat melihat masalah lebih mendetail dibandingkan ilmu-ilmu yang lain. Dia akan mempertanyakan segala sesuatu secara radix (sampai ke akarnya).

Kebanyakan orang, terutama masyarakat Islam, melihat filsafat sebagai barang haram, racun,  dan virus yang mematikan. Alasannya sederhana, karena filsafat berasal dari Yunani dan dianggap tidak cocok dengan Islam.

Filsafat terlalu mengagungkan akal (aqli), sementara Agama berpatokan pada dalil naqli (wahyu). Seolah-olah akal dan wahyu tidak bisa berjalan beriringan dan bergandengan tangan. Sementara untuk memahami wahyu perlu bantuan akal berupa analisis.

Untuk mendamaikan filsafat dan agama, Ibnu Rusyd melontarkan kalimat sederhana, antara Filsafat dan Agama keduanya memiliki domain, objek, dan metodenya sendiri.

Kita tidak perlu berlebihan untuk  membentur-benturkannya, dan menyampaikan ketidakcocokan antara keduanya. Tapi, yang perlu digaris bawahi, bahwa keduanya memiliki semangat yang sama, yaitu ingin melacak kebenaran dan mengungkapkan kebenaran yang hakiki.

Keduanya saling melengkapi, jika filsafat menggunakan domain akal, maka agama menggunakan domain dzauq dalam menelusuri jalan kehidupan. Jika filsafat menggunakan metode empiris-rasional, sementara agama menggunakan rasional-spiritual. Sehingga, para tokoh Islam secara kreatif membuat sintesa dari thesa dan anti thesa yang terbangun.

Diantara tokoh-tokoh yang mencoba untuk membangun jembatan penghubung (meeting point) antara filsafat dan Agama ini adalah Al-Farabi dan Ibnu Sina dengan teori emanasinya, Ibnu Rusyd, Ibnu Arabi dengan model tasawuf falsafinya (wahdatul wujud), Sadra dengan filsafat Illuminasi, dan Suhrawardi dengan Filsafat hikmah (Isyraqiyah).

Mereka menggapai (mengalami)  suatu kebenaran dengan jalan spiritual, tetapi mereka mendeskripsikan pengalaman spiritualnya dengan cara membangun narasi filosofis dan analitik. Jika merujuk kepada Al-Jabiri maka ini disebut dengan metode atau epistemogi Irfani. Yang sebenarnya, tokoh-tokoh Islam tersebut merujuk pada tradisi Neo-Platonisme sebagai referensi kerja ilmiahnya.

Jika ingin merujuk kepada tokoh-tokoh modern sekarang untuk melihat titik temu antara filsafat dan Agama. Maka rujuklah pada teori-teori yang dibanngun oleh Muhammad Abid Al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zaid, Hasan Hanafi, Fazlurrahman.

Tokoh-tokoh Indonesia yang eksis membahas Agama dan Filsafat, yaitu Harun Nasution, Nurcholis Madjid, Mulyadhi Kartanegara, Komaruddin Hidayat, Aksin Wijaya, Mujamil Qomar,  dan lain sebagainya.
_____________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun