Sudah menjadi hedline utama di seluruh media masa di indoensia, baik cetak maupun elektronik,pangandi Indonesia mengalami surplus secara drastis. Banyak para Ibu atau orang yang suka berbelanja kepasar menyoalkan permasalah tersebut. Kenaikan harga panganyang seharusnya tidak terjadi pada saat Ramadhan dan Idhul Fitri, sebab pada saat tersebut merupakan saat di mana para masyarakat banyak mengelurkan uang dalam membeli kebutuhan sehari-hari sehingga pihak pemerintah seharunya menjaga kestabilan harga, tampaknya diabaikan begitu saja.
Pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) yang sehrusnya bertangungjawab, selama ini sedikit sekali progersnya. Walau diketahui bersama, pemerintah sudah menandatangani Leter Of Intens (LOI) yang menjadikan Bulog seprti “diambutasi” tangannya dalama menjalankan program kerjanya. Hal tersebut karana pada saat itu (1997) presiden Suharto sebagai pemimpin pemerintahan mengalami kirisis ekonomi sehingga menerima pendapat dari IMF untuk meliberalkan (menyerahkan kepada pasar) sektor pangan di Indonesia agar ekonomi dapat stabil kembali.
Keperes No 50 Tahun 1995 mengamanatkan kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengendalikan harga dan memanajeman (mengelola) pengadaan beras, gula, gandum, kedelai, terigu, pakan dan bahan pangan lainnya, baik secara langusng maupun tidak, sudah tidak beraku lagi. Hal tersebut merupakan Kosekuensi dari pendatanganan LOI tersebut megakibatkan Bulog hanya bisa memanejeman beras.
Meskipun kewenangan Bulong hanya di bidang beras, hal tersebut tidak terlepas dari kenaikan harga di bulan Ramadan. Bedasarkan data pasar saat ini, harga beras sudah mencapai Rp 8.200.- per kilogram dari harga sebelumnya (harga sebelum Ramadhan/harga setabil) yaitu Rp 7.000.- sampai Rp 7.500,- per kilogram.
Berbeda dengan harga beras yang sering di maanfaatkan oleh orang-orang yang mencari keuntungan di setiap biji berasnya, harga sayur dan buah-buahan yang saat ini sering di impor, mengalami kenaikan yang tidak ketolongan lagi. Badasarkan data harga (23 Agustus 2012) harga satu ikat sayur sawi Rp 3.000,- menjadi Rp 6.000,-, kol per ikat Rp. 2.500,- menjadi Rp 7.000,- dan lain-lain, begitu juga harga apel perkilo yang sebelumnya Rp 5.000,- mejadi Rp 10.000,- perkilonya, apel yang sebelumnya harga perikat Rp.12.000,- menjadi Rp 17.000,-.
Tidak sampai di situ saja kenaikan harga pangan, harga dagin ikan, ayat, kambing dan sapi turut naik juga. Harga ikan basah seperti cakalang di Jakarta dari harga 10.000,- perkilo (harga sebelum Ramadhan) naik menjadi Rp 15.000,- per kilogram, harga ayam dari harga Rp 20.000,- sebelum Rahadhan naik menjadi Rp 26.000,- perkilogram, harga daging dari harga Rp 75.000,- naik menjadi Rp 83.000,- perkilogram, beigitu juga telur ayam dari harga Rp 6.500,- naik menjadi Rp 1000,- per butirnya. Hal ini terjadi pada saat ramadhan dan pasca Idul Fitri.
Teori Ekonomi Ibnu Khaldun (1332-1405 M), mengatakan, dalam penentuan harga di pasar atas sebuah produksi, faktor yang sangat berpengaruh adalah permintaan dan penawaran. Ibnu Khaldun menekankan bahwa kenaikan penawaran atau penurunan permintaan menyebabkan kenaikan harga, demikian pula sebaliknya penurunan penawaran atau kenaikan permintaan akan menyebabkan penurunan harga. Hal inilah yang terjdi di Indonesia saat ini, di mana masyarakatnya yang sangat konsumtif sehingga permintaan atas barang dan jasa sangat tinggi sekali.
Bedasarakan relita di atas, sebenarnya pihak pemrintah yang mempunyai hak atas pengaturan perputaran ekonomi di Indonesia ini, sebenarnya bisa memanejemennya secara adil, walaupun bertentangan dengan kesepakatan pemerintah sebulumnya dengan IMF yaitu LOI, tetapi jika pemrintah memahami secara fakta yang ada dan rasionalisasi bahwa kesepakatan tersebut terjadi pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi, sedangkan saat ini sebaliknya IMF sendiri yang mengalimi krisis, sehingga Indonesia memberikan bantun kepada IMF, maka sehrusnya LOI tersbut sudah bisa di cabut melalu negosiasi.
Manajemen Pangan
Sudah menjadi nyanyian manis pemerintah dalam menstabilkan harga dikala Ramadhan tibah yaitu sidak dan operasi pasar. Namun, jika kita melihat progresnya saat ini, sidak dan operasi pasar hanya isapan jempol belaka. Sidak hanya digunakan sebagai pencitraan pemrintah bahwa mereka turut bersama-sama menstabilkan harga di pasar. Akan tetapi realita di lapangan, pemrintah hanya melakukan sidak di daerah-daerah terntu saja tidak se-Indonesia sebagai tanggung jawabnya sebagai pemerintah. Sehingga di daerah-daerah terpencil tidak merasakan adanya setuhan sidak atau operasi pasar.
Problematika di atas sebenarnya ada solusinya selema pihak pemerintah atau Bulog mau menjalankannya yaitu, pertama, perubahan menset atau cara berfikir dan kerja Bulog dari menunggu bola menjadi mengejar bola maksudnya adalah Bulog tidak lagi menunggu harga panggan naik secara dastris baru melakukan sidak atau operasi pasar tetapi Bulog harus memanejeman harga pasar dengan melakukan hubungan komunikasi/silahturahmi ke petani, peternak dan lain-lain sehingga dapat mengetahui permasalahan petani, baik berupa terhimpitan ekonomi, tanah yang tak subur, penyakit ayam dan lain-lain. Sehingga dari pihak Bulog dapat memberikan solusi agar permasalahan tersebut dapat selesai.
Kedua, Bulog mengatur sistematik perputaran pangan di Indonesia. Hal ini diberlakukan untuk dapat mengetahui distribusi pangan dari pihak petani dan peternak (distributor) ke konsumen. Hal tersebut berguna untuk meminimalisir faktor permainan tengkulak atau “lintah darat” sehingga harga sesui yang diberikan oleh pihak petani. Akan tetapi jika harga di naikan, tidak terlalu tinggi hanya satu persen saja dari harga aslinya hal tersebut disebabkan fakor pembiayaan perjalanan dari kebun atau lahan pertanian dan perternakan ke pasar.
Ketiga, pemerintah lewat Bulog harus melakukan standarisasi harga nasional pangan.Hal ini bertujuan agar harga pangan nasional tidak dapat dipermainkan oleh spekulasi di lapangan, sehingga jika ada pedagang yang menaikan harga secara sepihak, Bulog dapat memberikan hukuman bedasarkan kesepakatan atau peraturan yang sudah ditetapkan.
Keempat, Bulog perlu mengadakan jaringan distribusi sendiri untuk masyarkat yaitu pasar rakyat. Hal itu bertujuan agar bulong dapat menampung seluruh hasil pertanian dan perternakan se-Indonesia dan dapaat juga mendistribusikan kepihak konsumen baik di Indonesia maupun di luar negeri (ekspor).
Kelima, optimalisasi kinerja BUMN yang bekerja di bidang pertanian, pertenakan dan perikanan. Hal ini bertujuan agar pemrintah dapat membantu menstabilkan harga bila ada harga yang naik secara derastris di sebabkan stock yang di inginkan berkurang atau habis. Begitu juga pihak suwasta yang bergerak di bidang pangan, meraka harus mengikuti standarisasi atau peraturan yang sudah ditetapkan oleh Bulog.
Oleh sebab itu, jika solusi di atas dapat di terapkan, maka persoalan kenaikan harga dan lain-lain sebelum dan pasca lebaran atau Idul Fitri dapat di minimalisir.
*Oleh Syamsul MJ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H