Mohon tunggu...
Politik

Pemuda dan Tantangan Zaman

27 Januari 2016   17:51 Diperbarui: 27 Januari 2016   17:55 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemuda itu harus gila! Pernyataan ini mungkin terlalu ekstrem. Tetapi jika kita menengok sejarah, akan segera terkonfirmasi bahwa pernyataan saya di awal tulisan ini sebenarnya tidak begitu ekstrem. Ada banyak lembaran sejarah yang mencatat kiprah pemuda yang kadang berpikir dan bertindak di luar kewajaran, tetapi membawa perubahan besar dalam peradaban manusia.

Sebutlah misalnya, Rene Descartes, yang belakangan dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Di usia yang ke 41, ia sudah menorehkan karya Discours de la méthode (1637). Diktumnya yang terkenal, “cogito ergo sum” telah menghentak kesadaran manusia menjadi fase awal lahirnya renaissance.

Di Indonesia, kelompok pemuda yang telah jenuh dengan penjajahan menginisiasi sebuah kongres pemuda pada tahun 1928-sebuah prosesi untuk memerdekakan Indonesia. Ketika itu, tentu saja akan banyak orang skeptic tentang mimpi yang sedang dibangun oleh para pemuda ini.

Di masa-masa bangsa ini berusaha merebut kemerdekaan, pemuda Soekarno, Pemuda Hatta, Pemuda Sjahrir hadir menginisiasi dan mendorong semangat persatuan, untuk memadu kekuatan dalam mengusir penjajah.

Begitulah pemuda, kerap lahir menyuguhkan alternative gerakan. Di saat zaman sudah mulai beku dan tidak bergairah, pemuda hadir menggairahkan zaman. Ia hadir melakukan rekonstruksi sosial dan peradaban sehingga zaman yang ditapak menjadi lebih bermakna.

Oleh karena itu, sejarah menitipkan amanat dan tanggung yang begitu besar di pundak pemuda, sekaligus sebuah proposisi bahwa zaman sesungguhnya bersandar pada ide dan gagasan pemuda. Maka, sebagai pemuda tidak ada jalan untuk menghindari tanggung jawab itu. Pemuda harus peka membaca tanda zaman. Pada saatnya tiba, ia harus terjun kegelanggang untuk menggairahkan zaman.

***
Gubernur Pemuda, begitu kami menyebutnya. Ia adalah simbol kedewasaan, simbol kematangan, dan simbol kepemimpinan pemuda di Sulawesi Selatan. Kepadanyalah kami pertama kali menoleh ketika alarm panggilan zaman berbunyi. Ketua, kini giliranmu. Zaman sedang memanggilmu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun