Mohon tunggu...
Syamsul Bakri
Syamsul Bakri Mohon Tunggu... -

Syamsul Bakri is a lecturer in IAIN Surakarta, directur of Lakpesdam-NU Klaten, and founder of Pesantren Darul Afkar Institute Tegalrejo Ceper Klaten

Selanjutnya

Tutup

Politik

Caleg Godril

18 Januari 2014   19:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Caleg godril sebenarnya merupakan istilah yang tidak lazim. Istilah godril (buah trembesi) sering digunakan untuk menunjuk pada orang-orang yang meracuni masyarakatnya. Dalam beberapa majalah kuno, godril sering dipakai untuk menunjuk para tokoh lamisan (munafik).

Dalam konteks politik, caleg godril dimaksudkan untuk menunjuk pada politisi yang sedang mempersiapkan diri menuju senayan, tetapi dengan senjata kebohongan dan lamisan. Ciri-ciri caleg godril adalah (1) meneriakkan pentingnya pengembangan masyarakat, padahal ia sendiri tidak pernah terlibat dalam persoalan itu sebelumnya, (2) sok moralis dan menggunakan "jubah agama" untuk menggaet massa, sementara perilakunya jauh dari tuntunan agama, (3) masuk dalam ormas keamaan, lalu menjadikan ormas tersebut sebagai identitas dimana-mana, sementara ia sendiri tidak pernah mendekat, apalagi berjuang, di ormas tersebut sebelumnya, (4) suka bicara muluk-muluk, pamerkan gelar dan asal sekolah di luar negeri, sedangkan peran di masyarakat nol, (5) lebih suka merapat pada kaum elit, dan sinis (acuh) terhadap kaum pinggiran. (nomor 6-99 bisa diteruskan sendiri).

Hanya caleg-caleg yang teruji memiliki kepedulian dan peran nyata di masyarakat saja yang dapat menarik simpati massa pemilih, bukan yang memamerkan gelar, bukan pula yang memamerkan kelas terbang, klan, dan sekutu-sekutunya, bukan pula orang yang mendekatai religious leader, ulama, kyai, pendeta, romo, bikshu dan sebagainya hanya untuk menumpang guna menggaet massa.

Kecerdasan politik masyarakat yang semakin tinggi, ternyata belum menyadarkan para politisi godril untuk bersosialisasi apa adanya, para godrilis masih saja bersandiwara sosial. Hal ini juga menjadi indikasi bahwa mereka menghina tingkat pemahaman masyarakat, dikira masyarakat tidak mengerti perilaku politik yang godrilistik.

Para pimpinan agama pun mestinya tidak membawa jama'ah untuk diarahkan kepada calon tertentu. Para religious leader sudah saatnya bertransformasi menjadi juru bicara moral dan berkampanye dalam ranah politik kenegaraan dan kebangsaan. Jika masih terjebak pada politik kekuasaan, bahayanya adalah jika yang didukung ternyata godrilis, kasihan santri, umat dan jama'ah. Selamat mencerna......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun