Makanan yang terbuang menjadi pemandangan yang lazim di setiap pesta pernikahan. Makanan yang berubah menjadi limbah dari perilaku para tamu yang tidak mampu "mengendalikan diri" ketika melihat makanan yang tersaji.
Perilaku ini tak semata disebabkan karena makanan yang disajikan tidak enak. Tapi juga disebabkan karena keinginan yang tak berbanding lurus dengan kemampuan daya tampung perut. Meskipun pada saat itu makanan yang disajikan rasanya enak.
Mengutip tulisan pada laman Tirto.id, bahwa dalam Food Sustainability Index (FSI) yang diterbitkan oleh The Economist Intelligent Unit (EIU) bersama Barilla Center for Food and Nutrition Foundation (BCFN), terdapat penilaian ketahanan pangan terhadap sejumlah negara. Indonesia salah satunya di dunia.
Indeks ketahanan pangan dalam laporan tersebut dinilai berdasarkan 58 indikator yang dirangkum dalam empat aspek: keseluruhan (overall), makanan mubazir dan limbah makanan (food loss and waste), pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), dan tantangan gizi (nutritional challenges).
Indeks tersebut digambarkan dalam skala angka 0-100, di mana 100 berarti paling bagus, sedangkan 0 berarti sebaliknya. Skor yang didapat masing-masing negara dikategorikan ke dalam tiga kelompok: rendah (0-33), menengah (33-67), dan tinggi (67 ).
Pada 2016, EIU dan BCFN melakukan penilaian terhadap 25 negara pada FSI, sedangkan pada 2017 bertambah menjadi 34 negara. Dalam laporan tersebut, secara keseluruhan pada 2016 Indonesia berada di peringkat ke-21 dari 25 negara dengan skor 50,77. Indonesia masih lebih baik dibandingkan Uni Emirat Arab (UAE), Mesir, Arab Saudi, dan India.
Namun, pada 2017, indeks memburuk: secara keseluruhan Indonesia berada di peringkat ke-32 dari 34 negara dengan skor 52,43, hanya lebih baik daripada India dan UEA.
Berdasarkan aspek penilaian di atas, maka perilaku sebagian manusia yang membiarkan makanan tersisa dan terbuang percuma menjadi limbah menjadi salah satu penyebab memburuknya indeks tersebut.
Saya membayangkan ada terobosan atau hal baru yang dilakukan untuk mengatasi perilaku ini. Tidak hanya mengandalkan kesadaran dari para tamu yang mungkin masih segelintir orang. Namun melalui upaya tuan rumah yang dapat dilakukan pada saat memberikan kata sambutan di awal acara.Â
Pada sesi ini agar juga menyampaikan pesan moral agar para tamu tidak membuang-buang makanan. Tidak hanya sekedar ucapan terima kasih dan permohonan maaf yang disampaikan sebelum tamu memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai dan menikmati makanan yang disajikan.