Mohon tunggu...
Syamsul Ardiansyah
Syamsul Ardiansyah Mohon Tunggu... Relawan - Manusia Biasa dan Relawan Aksi Kemanusiaan

blog ini akan bicara tentang masalah sehari-hari. follow me in twitter @syamsuladzic\r\n\r\nPengelola http://putarbumi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ruhut Ibarat “Balak Enam”

15 Januari 2010   18:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:26 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika mengibaratkan rapat pansus hak angket kasus Century itu dengan pertandingan gaple, Ruhut Sitompul--anggota Pansus dari Fraksi Demokrat--itu ibaratnya “balak enam”. Butuh taktik yang canggih untuk menjadikannya kartu yang memenangkan. Jika tidak, kartu itu cuma jadi beban yang mempersulit langkah Partai Demokrat.

Baru saja dia mengeluarkan kata “bangsat” kepada sejawatnya yang masih sesama anggota pansus, belakangan Ruhut bikin “blunder” lagi dengan mengumbar ejekan kepada JK dengan kata “Daeng”. Sudah tahu kalau dia adalah anggota DPR dari Fraksi Demokrat, coba-coba mengaku masih kader Golkar. Ruhut-Ruhut.. benar kata orang-orang. Sebaiknya anda balik saja ke sinetron komedi. Jadi si Poltak yang Raja Minyak itu.

Padahal, dengan status partainya yang jadi bandar dalam meja judi kekuasaan kali ini dan terlebih main politiknya pun ga canggih-canggih amat, mestinya dia sadar kalau posisi dan kelakuannya, justru memperberat langkah bos besarnya untuk bertahan di panggung kekuasaan.

Ya, memang sih, kalau sampai jatuh kayaknya nggak bakalan. Paling-paling cuma kehilangan muka dan tidak lagi dipercaya rakyat. Masalahnya, apa jadinya jika bandar yang memegang kekuasaan, tidak punya muka selama masa pemerintahannya?

Selaku bandar yang baru, siasat Partai Demokrat memang nggak secanggih bandar yang lama, yakni Partai Golkar. Suara yang diperoleh Golkar memang bukan pemenang pemilu. Suara untuk calon presiden dari Golkar pun masih kalah dari suara yang diraih calon PDIP. Tapi, soal main kartu, Golkar masih jagonya.

Meski dikasih umpan jabatan menteri dalam kabinet, tapi Golkar tampak lebih percaya diri. Kartu-kartu yang dimainkan Golkar jauh lebih hidup ketimbang kartu-kartu yang dipegang Demokrat. Jangan tanya kartu-kartu yang dipegang PDIP, sudah pasti akan selalu mematikan kartu-kartunya Demokrat.

Menyerang Golkar, seperti saat Ruhut “si balak enam” Sitompul mengejek Jusuf Kalla, jauh lebih beresiko ketimbang menyerang PDIP. Kalau pun mungkin serangan itu bisa saja “diselesaikan” dengan power-sharing, share yang diminta Golkar akan jauh lebih besar dibanding yang diperoleh saat ini. Dalam posisi ini, sangat bodoh jika Golkar menyelesaikan permainan dengan share yang recehan.

Bagaimana dengan PDIP? Selama ini Demokrat sepertinya "overestimate" dalam menghitung ancaman dari PDIP. Sebab PDIP sepertinya tidak akan beranjak terlalu jauh dari status sebagai oposisi. Cara mainnya pun monoton, gampang sekali ditebak. Yang harus dihitung Demokrat adalah Golkar. Juga tidak ada gunanya Demokrat mengevaluasi partai-partai anggota koalisi yang ada di Pansus Century. Kenapa? Karena kecil sekali pengaruhnya.

Yang harus dilakukan SBY dan Demokrat saat ini adalah menggandeng Golkar. Pertama, dengan meminta ijin pada Jusuf Kalla untuk meminjam istilahnya; “lebih cepat lebih baik”, artinya segera menuntaskan perjudian di Pansus Century. Akibatnya bisa jadi, Demokrat harus mengaku kalah di meja Century. Tapi mau gimana lagi? Memang sudah seharusnya kalah toh?

Kedua, jangan mati-matian memegang istilahnya SBY “lanjutkan” dengan melanjutkan keberadaan si balak enam dalam jajaran partai. Statusnya sebagai Ketua DPP Demokrat dan anggota Fraksi Demokrat sepertinya terlalu tinggi jika dibandingkan dengan apa yang sudah dia berikan untuk Demokrat.

(Jangan-jangan, dia memang kader Golkar yang disusupkan ke dalam partai Demokrat seperti ketika dia keceplosan mengaku sebagai kader Golkar saat Pansus Century memeriksa Jusuf Kalla).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun