[caption id="attachment_88855" align="aligncenter" width="640" caption="foto: flickr/euronews"][/caption] Pasca bentrokan sipil yang terjadi antara kelompok pendukung dengan penentang Hosni Mobarak, peluang militer Mesir untuk mengambil-alih kekuasaan semakin terbuka. Bentrokkan tersebut membuka jalan bagi tentara untuk meraup keuntungan maksimal dari sikap "netral" yang selama ini mereka tempuh.
Pada hari ini, bentrokan sipil terjadi di pusat kota Kairo, ibukota Mesir. Massa pendukung Presiden Hosni Mobarak bergerak maju untuk menguasai lapangan Tahrir, yang selama ini menjadi pusat gerakan demonstrasi untuk penggulingan Hosni Mobarak. Bentrokan ini mengingatkan saya pada bentrokkan antara demonstran anti Soeharto dengan pamswakarsa pada tahun 1998 lalu.
Bentrokkan tidak terhindarkan. Terjadi perang lemparan batu pun terjadi dan saling pukul menggunakan tongkat. Dikabarkan, terdengar pula bunyi letusan senjata di tengah kerumunan. Belum diketahui berapa banyak jumlah korban yang jatuh akibat bentrokkan ini.
Yang pasti, memburuknya kondisi di Mesir mengundang keprihatinan banyak kalangan. Tokoh oposisi Mesir, Mohamed ElBaradei mengecam penyerangan terhadap para demonstran dan mengatakannya sebagai tindakan kriminal.
Kecaman serupa pun datang dari Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon yang menyayangkan adanya serangan terhadap demonstrasi damai. Sementara itu, Gedung Putih menyerukan agar pertikaian berdarah itu segera dihentikan.
Militer Mesir masih tidak bersikap, kecuali meminta agar massa segera membubarkan diri. Jika menyimak konstelasi terakhir, yang mana Hosni Mobarak maupun oposisi sama-sama bersikukuh pada sikapnya masing-masing, ada kemungkinan kondisi yang terjadi saat ini membuka peluang bagi militer untuk turun tangan dan bisa jadi mengambil-alih kekuasaan.
Jika militer benar-benar mengambil-alih kekuasaan, sudah bisa dipastikan Amerika Serikat akan bisa bernafas lebih lega. Tidak hanya karena kepentingannya semakin terjamin, melainkan juga dapat menepis kekhawatiran sebagian sekutu AS terhadap kemungkinan politik akan kelompok oposisi di Mesir, khususnya Ikhwanul Muslimin, mengambil keuntungan politik dari gejolak yang terjadi di Mesir saat ini.
Simak tulisan tentang gejolak Mesir
- Mobarak (2011) dan Soeharto (1998)
- Politik AS dibalik Sikap Moderat Militer Mesir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H