Konflik politik yang dibungkus dengan pertentangan agama telah memaksa Sudan terbelah menjadi dua bagian. Rakyat di Sudan Selatan memilih untuk memisahkan diri daripada berlama-lama berada di bawah penindasan rejim Khartoum pimpinan Presiden Omar Al-Bashir. Sudan Selatan menempuh jalan yang sulit untuk meraih kemerdekaannya. Tidak terhitung besarnya korban jiwa yang harus tumpah akibat konflik yang berkepanjangan di negeri itu. Tidak hanya itu, selama kurang lebih 50 tahun, rakyat di Sudan Selatan harus menderita akibat kesenjangan dan eksploitasi sumber alam yang keterlaluan dibawah rejim Khartoum.
Peter Martell, wartawan BBC yang saat ini berada di Sudan Selatan melaporkan, atmosfer eforia merebak di seluruh wilayah Sudan Selatan. Sekitar 1000 rakyat berkumpul dekat makam John Garang, Presiden pertama Sudan Selatan untuk menyaksikan kemenangan atas referendum yang ditayangkan dalam layar besar. Simak ulasannya
disini Bendera Sudan Selatan pun berkibar di mana-mana menyambut datangnya era baru. Era ketika rejim Omar Al Bashir tidak akan lagi bisa memaksa rakyat Sudan Selatan yang mayoritas Kristen untuk menjalankan Syariat Islam sebagaimana diperintahkan Al-Bashir. Lepasnya Sudan Selatan adalah kerugian besar bagi Sudan. Sudan Selatan adalah kawasan yang subur dan memiliki kandungan mineral yang cukup besar. Sementara di Utara Sudan lebih banyak diisi oleh gurun pasir yang gersang yang sudah pasti akan mengancam ketersediaan pangan di kawasan tersebut.
Rejim Omar Al-Bashir bersikukuh bahwa upayanya ditujukan untuk menegakkan Syariat Islam di seluruh Sudan. Meskipun semua orang tahu jika dibalik seluruh omongan Al-Bashir tentang Syariat, sesungguhnya terselubung nafsu yang besar untuk menguasai sumberdaya alam Sudan Selatan yang kaya minyak dan wilayah pertanian yang luas. Kini, Omar Al-Bashir dihadapkan pada keharusan untuk menerima hasil referendum. Sudan Utara dan Sudan Selatan masuk pada babak-baru perundingan untuk menentukan tapal batas, membagi utang luar negeri, menentukan matauang masing-masing, serta ladang minyak yang membentang di sepanjang garis perbatasan antara kedua negara tersebut. Al Bashir menyatakan, pasca lepasnya Sudan Selatan, dirinya akan menerapkan Syariat Islam secara lebih ketat di Utara. Apa maksudnya? Kita tidak tahu, kecuali hanya sebatas upaya untuk mempertahankan diri dari dampak politik di dalam negeri yang mungkin akan muncul pasca lepasnya wilayah yang subur dan kaya di selatan. Bagi kita di
Indonesia, konflik di Sudan sangat patut untuk direnungkan dan pikirkan. Bukan tidak mungkin, gelombang kekerasan akibat pemaksaan dengan mengatasnamakan agama—seperti yang saat ini sering terjadi di Indonesia--akan berujung fatal bagi keberlanjutan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sudan memang jauh, adanya di benua Afrika. Akan tetapi, jika persoalan seperti yang terjadi di Sudan semakin menguat di Indonesia, bukan tidak mungkin, nasib Indonesia akan seperti Sudan. Selamat merayakan kemerdekaan bagi Rakyat Sudan Selatan. Hati-hatilah Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Politik Selengkapnya