Mohon tunggu...
Syamsudin Patola
Syamsudin Patola Mohon Tunggu... Koki - Cheff
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hobi olahraga, dan membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahaya Penyimpangan Seksual (LGBT) dalam Pandangan Hukum Islam

12 Juli 2023   22:28 Diperbarui: 12 Juli 2023   23:01 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itulah ancaman hukuman terhadap pelaku homoseksual jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman bagi pelaku pezina. Didalam perzinahan, hukuman dibagi menjadi dua yaitu bagi yang sudah menikah dihukum rajam, sedangkan bagi yang belum menikah di cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Adapaun dalam praktek homoseksual tidak ada pembagian tersebut. Asalkan sudah dewasa dan berakal (bukan gila) maka hukumannya sama saja (tidak ada perbedaan hukuman bagi yang sudah menikah atau yang belum menikah).

Sebenarnya ulama-ulama fiqh bebeda pendapat mengenai hukuman bagi pelaku homoseksual. Diantara pendapat para ulama tersebut 

adalah:

* Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa tindakan liwath mewajibkan seseorang mendapatkan hukuman hadd. Karena Allah Swt memperberat hukuman bagi pelakunya dalam kitab-Nya. Sehingga pelakunya harus mendapatkan hukuman hadd zina karena adanya makna perzinaan di dalamnya.

* Imam Abu Hanifah berpendapat, orang yang melakukan liwath hanya di hukum ta'zir saja. Karena tindakan liwath tidak sampai menyebabkan percampuran nasab, dan biasanya tidak sampai menyebabkan perseteruan yang sampai berujung pada pembunuhan pelaku, dan liwath sendiri bukanlah termasuk zina.

*Ulama Malikiyah dan ulama Hanabilah mengemukakan bahwa pelakunya dihukum rajam, baik pelakunya berstatus muhshan (telah menikah) maupun ghairu muhshan (belum menikah).

*Ulama Syafi'iyah berpandangan hukuman had bagi pelaku liwath adalah sama dengan hukuman hadd zina. Jika pelaku berstatus muhshan, maka wajib di rajam. Sedangkan, jika pelakunya berstatus ghairu muhshan, maka wajib dicambuk dan diasingkan. Hal ini di dasarkan pada satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asyari ra, bahwasanya Rasul Saw bersabda: "Apabila seorang laki laki mendatangi laki-laki, maka kedua-duanya telah berzina. Dan apabila seorang perempuan mendatangi perempuan, maka kedua-duanya telah berzina".

Syekh Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa seluruh sahabat Rasulullah SAW sepakat bahwa hukuman bagi keduanya adalah hukuman mati. 

Dari pendapat-pendapat yang ada maka dapat dipahami bahwa fuqaha telah sepakat atas keharaman liwath, namun berbeda pendapat tentang jenis hukuman bagi pelakunya, dalam hal ini terdapat tiga jenis hukuman atau sanksi pagi pelaku perbuatan fahisyahini, yakni:

Dibunuh dalam bentuk di hukum rajam(jenis hukuman dalam bentuk dilempar dengan batu sampai mati) baik dilakukan oleh muhshan maupun ghairu muhshan). Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud "Jika kamu sekalian mendapati orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah orang yang menjadi subjek (pelakunya) dan yang menjadi objeknya (yang diperlakukan)".

Sama dengan sanksi bagi pelaku zina, yakni apabila yang melakukan liwath adalah muhshan, maka pelakunya di hukum rajam, jika pelakunya ghairu muhshan maka di dera (cambuk) seratus kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun