Mohon tunggu...
Syamsudin
Syamsudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemuda Dompu

Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris STKIP AL-AMIN DOMPU

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lapuk Desaku (Permenungan atas Surutnya Budaya Desa)

21 Maret 2022   11:35 Diperbarui: 21 Maret 2022   11:51 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Syamsudin
Mahasiswa Bahasa Inggris STKIP AL-AMIN Dompu

Saya lahir dan dibesarkan di desa. Mbawi adalah namanya. Desa di mana saya lahir, tumbuh, dan berkembang. Lokasinya berada di kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) . Mbawi merupakan desa yang masyhur dengan berbagai macam kekayaan, mulai dari budaya hingga sumber daya alam.

Keberagaman budaya yang dimiliki oleh Mbawi tampak melalui budaya kareku kandei, kapanca, musik biola, musik  gambo (gambus), boe genda, dan masih banyak lagi. Kekayaan budaya yang dimiliki Desa Mbawi merupakan budaya peninggalan leluhur. Rasa kagum saya semakin berlipat. Desa yang selama ini dipandang sebelah mata ternyata menyimpan kekayaan budaya yang luar biasa.

Di antara sekian yang ada, saya sendiri sangat menyukai budaya boe genda, budaya kareku kandei, musik biola, dan gambo (gambus). Menurut saya, keempat  budaya tersebut sangat menghibur masyarakat yang ada di Desa Mbawi. Instrumen dan alunan nadanya sederhana. Namun, semuanya dapat menghadirkan suasana yang tentram dan damai bagi masyarakat kami.  Sangat menarik bukan?

Di samping itu, Desa Mbawi juga memiliki kekayaan alam yang tiada tara dan bermanfaat bagi keberlangsungan hidup masyarakat Mbawi. Lingkungannya indah, sejuk, dan bersih, serta terjaga. Mengagumkan bukan? Bagaimana dengan desa kalian?

Tenang! Bisa jadi desa kalian lebih baik dari desa saya. Cerita di atas adalah kisah masyhur di masa lalu. Sekarang Mbawi telah banyak berbeda dan jauh berubah. Seiring berjalanya waktu, desa yang dulunya sangat menarik dan mengagumkan sekarang kondisinya begitu memprihatinkan. Mulai dari kekayaan budaya yang perlahan tapi pasti mulai luntur dan terkikis ditelan perubahan zaman yang serba moderen. Bahkan sebagian besar generasi yang ada di Mbawi saat ini tidak lagi mengenal warisan budaya para leluhur.

Kurangnya kesadaran generasi muda terhadap pentingnya budaya leluhur, harus ditanggulangi. Anggapan bahwa budaya itu tidak sesuai dengan perkembangan zaman sekarang harus mulai dirubah. Anggapan kampungan tidak lagi relevan. Sebab, budaya itu justru membawa nilai-nilai yang menciptakan ketentraman bagi warga. Bahkan para wisatawan mancanegara justru sangat tertarik dengan warisan budaya yang ada. Gencarnya pengembangan wisata di NTB dalat dijadikan momentum mengembalikan lagi kebanggaan terhadap warisan budaya.

Saya sendiri sangat merindukan budaya leluhur tersebut. Membayangkan Mbawi dihiasi dengan keragaman budaya lama dan atraksi memainkan musik tradisional adalah kebahagiaan yang luar biasa.

Perkembangan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap lunturnya budaya leluhur, harus dirubah menjadi alat mengkampanyekan nilai budaya kepada masyarakat luas. Bahkan harus sampai kepada masyarakat global. Perkembangan teknologi yang pesat memang memudahkan masyarakat khususnya generasi muda untuk melupakan budaya-budaya leluhur, namun di sisi lain justru dapat dimanfaatkan sebaliknya. Saya kira perkembangan tekhnologi tidak melulu dapat dipersalahkan karena tekhnologi tergantung pada tangan siapa yang menggunakan. Cara pandang kita harus berubah dari tekhnologi yang memperdayai hingga menjadi alat menjadikan desa sebagai pusat kemajuan.

Anak muda memiliki kesempatan yang luar biasa karena kita dekat dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Siapa lagi penerus budaya-budaya leluhur desa kalo bukan kita generasi muda? Para pendahulu kita di Desa Mbawi banyak yang merasa sedih karena tidak adanya penerus yang melestarikan budaya leluhur tersebut. Pemerintah juga harus proaktif dalam mengembalikan kebanggaan atas budaya leluhur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun