Mohon tunggu...
Ollenk Syamsuddin Radjab
Ollenk Syamsuddin Radjab Mohon Tunggu... social worker -

Seorang ayah, pernah aktif di bantuan hukum dan HAM, pemerhati Politik-Hukum Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Medsos dan Hoax Penguasa

17 Januari 2017   18:05 Diperbarui: 17 Januari 2017   18:49 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Hari minggu (Kompas, 8/1), sekelompok masyarakat mendeklarasikan Masyarakat Indonesia Anti Hoax di tengah keramaian Car Free Day di Bundaran HI Jalan MH. Thamrin, Jakarta. Deklarasi ini dihadiri pelbagai kalangan masyarakat, dari tokoh cendekiawan, rohaniawan, sineas, pegiat media sosial (medsos), budayawan, tokoh anti korupsi hingga pejabat Negara atau menteri.

Kampanye anti hoax serupa informasinya dilaksanakan di tujuh Provinsi dan beberapa kabupaten/kota di Indonesia. Tujuan kampanye ini merupakan bentuk perlawanan netizen terhadap pelbagai berita bohong atau palsu yang dianggap mengancam persatuan dan kebhinekaan ditengah masyarakat.

Dilihat dari sisi tujuan, kampanye ini perlu didukung dan diberi apresiasi atas upaya nitizen di dunia maya (internet) untuk menangkal berita palsu yang menerjang pemakai internet atau media sosial. Belakangan ini, memang makin semarak berita hoax dengan memakai media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, YouTube dan WhatsApp sebagai wadah melancarkan berita palsu atau hoax.

Penggunaan media sosial menyebarkan berita bohong merupakan bagian dari dampak negatif kemajuan teknologi informasi dan dunia digital saat ini yang tidak bisa dibendung. Menurut data, pengguna medsos diseluruh dunia sekitar 2,3 miliar dan di Indonesia penggunanya sebanyak 132,7 juta dari total 256,2 juta dan 65 persen pengguna internet dari kalangan remaja atau anak muda. Yang mengakses medsos 95 persen dari pengguna internet, dan Indonesia menempati urutan keempat terbesar dunia setelah Amerika Serikat, Brazil dan India.

Media sosial berupa facebook di Indonesia penggunanya menempati urutan tertinggi sebesar 71,4 juta atau 54 persen disusul Instagram 19,9 juta atau 15 persen, YouTube 14,5 juta atau 11 persen dan Twitter 7, 2 juta atau 5,5 persen.

Sedangkan pengguna terbanyak ada di pulau Jawa sebesar  86,3 juta atau 65 persen disusul Sumatera 20,7 juta atau 15,7 persen, Sulawesi 8,4 juta atau 6,3 persen dan Kalimantan 7,6 juta atau   5,8 persen. Dan perangkat browsing favorit yang dipakai berupa smarphone (handphone) adalah yang terbesar dipakai dengan jumlah sebesar 89,9 juta atau 67,8 persen dibanding dengan perangkat lain seperti tablet , laptop atau computer (APJII, 2016).

Dari data diatas, secara ekonomi Indonesia hanya merupakan mangsa produk teknologi digital dari Negara-negara produsen dunia dan secara politik media sosial merupakan cara efektif, mudah dan cepat untuk mengensolidasi kekuatan pembentukan opini maupun kampanye politik.

Dalam pemilihan Presiden (pilres) dan pemilihan kepala daerah (pilkada), media sosial merupakan salah satu instrumen penting dan strategis yang jamak digunakan untuk menyoalisasikan capres atau cagub dan cabup. Para calon membentuk tim sukses dan relawan media agar dikenal publik dan berharap dipilih dalam kontestasi politik nasional maupun lokal.

Tahun ini sedang dihelat pilkada serentak di seluruh Indonesia dan dalam masa kampanye para kandidat termasuk berkampanye melalui medsos. Pilgub DKI Jakarta merupakan pilkada terpanas dengan tensi emosi maksimum antar pendukung atau serangan medsos kelompok anti Basuki Thahaja Purnama alias Ahok. Para haters melancarkan makian dan mem-bully melalui penyebaran berita hoax serta mencitrakan buruk pesaingnya secara nista sehingga memunculkan keprihatinan sosial para pengguna internet.

Hoax merupakan salah satu tipuan berupa dusta yang sengaja dibuat baik berupa tulisan maupun gambar yang seolah mengandung kebenaran untuk dipercaya. Seorang Filolog Inggris, Robert Nares (1753-1829) mengartikulasikan hoax sebagai tipuan kata yang diciptakan pada akhir abad ke-18 sebagai kontraksi kata kerja yang berarti “untuk menipu (to cheat)”, “untuk memaksakan pada (to impose upon)” atau “untuk membingungkan (to befuddle)” para penerima informasi dengan tujuan tertentu.

Dari pengertian itu, hoax sangat bergantung pada jenis dan tujuannya. Seorang tukang sulap juga membuat tipuan dalam aksinya agar penonton bisa terkagum-kagum, terhibur juga tertawa. Para pembuat film lebih banyak menggunakan tipuan kamera dan alat peraga dalam menggarap sekuel laga atau perang sehingga lebih menarik dan dramatis. Hoax dalam kasus diatas dapat dibenarkan dengan tujuan menghibur masyarakat, atau meme lucu yang banyak dimuat di medsos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun