Pada tulisan sebelumnya pernah dijelaskan tentang pentingnya masing-masing pasangan suami istri (pasutri) mengetahui dan menyadari pentingnya menyikapi hak dan kewajiban masing-masing secara adil dan bijaksana. Karena sesungguhnya sejatinya pasutri adalah ''satu". Masing-masing dapat menyikapi hak dan kewajiban secara adil jika menyadari kedudukan dan perannya.
Islam telah mengatur pembagian peran, tugas, dan tanggung jawab antara suami dan istri dalam rumah tangga dengan baik, adil dan rapi. Ibaratnya, dalam konsep manajemen organisasi suami itu seperti leader dan istri sebagai manajer.
Laki-laki (suami) adalah penangung jawab pertama dalam rumah tangga. Dialah pengampu utama segala urusan kerumah tangga. Hal ini sesuatu yang sudah dimaklumi secara syar'i dan aqli (akal sehat). Â Kesuksesan dan kelanggengan rumah tangga pasangan suami istri harus dibangun di atas rasa tanggung jawab masing-masing pihak. Dan masing-masing pihak menunaikan perannya secara bertanggung jawab pula.
Sang suami menunaikan urusan rumah tangga dengan sebenarnya. Karena dialah pemimpin dan kepala rumah tangga  yang harus  bertanggung jawab atas segala persoalan rumah tangganya di hadapan Allah dan masyarakat. Dan istri hendaknya memahami pembagian peran dan kewenangan ini.
Hal ini tidak bermakna penindasan dan peminggiran terhadap peran istri. Bahkan  seorang suami. Bahkan  seorang suami hendaknya bermusyawarah dengan istri dalam semua urusan rumah tangga dan keluarga. Karena tidak sedikit wanita yang justeru memilki kebijaksanaan dan pendapat yang lebih brilian serta kemampuan tadbir (manajerial) yang lebih rapi dibanding laki-laki (suami).
Akan tetapi kepemimpinan keluarga dan rumah tangga tetap di pundak laki-laki (suami). Allah berfirman.
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Qs. An-Nisa:24).
Maksudnya, menurut Al-Syaukani mereka yang berperan sebagai pelindung dan pengayom bagi anggota keluarga. Sebagaimana pemerintah berperan sebagai pelindung dan pengayom bagi rakyatnya. Qawwamah (kepemimpinan) suami dalam rumah tangga juga menjadi bagian yang melekat pada tanggung jawab mereka memenuhi kebutuhan keluarga dan anggota rumah tangga seperti nafkah, sandang pangan dan papan. (Tafsir Fathul Qadir).
Pembagian peran dan kewenangan suami-istri dalam rumah tangga juga dijelaskan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
''War Rajulu ra'in 'alaa ahlihi wa huwa mas ulun 'an ra'iyyatih, wal marah ra'iyyatun 'ala ahli baiti zaujiha wa waladihi  wahiya mas ulun anhum; laki-laki/suami adalah pemimpin atas anggota keluarga (istri dan anak-anak)nya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya, dan istri juga pengelola/manajer atas anggota rumah suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan diminta pertanggung jawaban atas hal itu".
Dalam hadis ini Rasul menggunakan diksi ra'i saat menjelaskan pembagian peran kepemimpinan dan pengaturan rumah tangga. Ra'i artinya pengelola, pengurus. Istri disebut sebagai ra'i  fi baiti zaujiha, artinya pengelola/manajer di rumah suaminya (Disebutkan di rumah suaminya karena yang berkewajiban membangun dan atau mengadakan rumah untuk istri dan anak-anak adalah suami.