Jangan Mempekerjakan Karyawan karena Kasihan
Jangan mempekerjakan dan atau menerima karyawan hanya karena faktor kasihan. Â Kalimat itu disampaikan seorang pimpinan sebuah lembaha sosial dan pendidikan. Beliau bukan tidak punya belas kasih. Tapi merasa menyesal menerima karyawan yang tidak kompeten dan tidak cekatan dalam mengerjakan tugasanya.
Alasan dia ketika menerima karyawan yang bersangkutan karena faktor kasihan. Bukan karena skill dan kompetensi. Karena menurutnya ia menerima karyawan tersebut tanpa proses seleksi yang ideal. Tanpa tes dan tanpa mengecek portofolio sama sekali. Hanya wawancara, yang dari wawancara itu si pimpinan merasa iba lalu menerimanya.
Sudah menjadi sesutu yang dimaklumi, dalam suatu lembaga, perusahaan, atau bisnis, mempekerjakan seseorang adalah untuk menyelesaikan masalah,yakni masalah pekerjaan, dan bukan untuk menambah masalah. Karena itu yang diterima harus yang benar-benar bisa dan mau kerja serta mau berproses meningkatkan  kualitas kerjanya.
Tapi apa yang dialami oleh teman tersebut malah sebaliknya. Ada karyawan bukannya menyelesaikan pekerjaan, malah jadi beban kerja. Karena tidak bisa dan atau tidak mau kerja. Setiap hari selalu ada saja pekerjaan yang tidak tuntas bahkan tidak dikerjakan sama sekali.
Anehnya lagi  setiap hari selalu nongkrong dan ngobrol ngalor ngidul pada jam kerja di depan kantor atau di pos security. Dan hampir setiap hari pula selalu pulang tepat waktu. Kalau masuk, kadang tepat waktu, kadang molor.  Bahkan, parahnya lagi si karyawan tersebut hampir setiap hari mengeluhkan  pekerjaan yang harus dikejakannya.
''Ini tempat kerja paling aneh", kata kawan tersebut. ''Hanya di sini ada pegawai yang setiap hari kerjanya tidak tuntas, masih bisa ngobrol dan nongkorng berjam-jam, pulang tidak pernah telat, tapi cerita ke mana-mana bahwa kerja di sini capek".
''Saya menyesal menerima karena pertimbangan kasian dia buth kerja", lanjut kawan tersebut. "Malah selama ini selalu jadi beban dan masalah, bukan meringankan beban pekerjaan kita" imbuhnya. Karena itu lanjut dia "jangan mempekerjakan seseorang hanya karena kasihan tanpa melihat attitude dan kompetensinya".
Kalimat ini tidak bermaksud menafikan sisi belas kasih dalam urusan rekruitmen pegawai. Tapi yang dimaksud adalah jangan menjadikan alasan kasihan  saja sebagai pertimbangan menerima pegawai. Karena pegawai atau karyawan direkrut untuk bekerja dan berkarya. Namanya juga karyawan, ya memang harus banyak karya/kerja.
Tapi kalau tidak mau dan atau tidak mampu kerja serta tidak mau berproses memampukan diri bekerja maka selamanya akan jadi beban dan masalah. Oleh sebab itu jangan pernah menerima karyawan hanya karena kasihan bahwa dia butuh krjaan. Kalaupun ada sisi belas kasih harus dipastikan bahwa yang bersangkutan memang mau dan mampu kerja. Kalaupun kemampuan masih minim paling tidak dia memiliki kemauan untuk memampukan diri bekerja dengan baik.