Oleh : Syamsuddin
Di sekolah menengah aku pernah punya seorang teman ‘dekat’. Seorang wanita, tentu saja! Walaupun kedekatan kami hanya sebatas berdekatan rumah, berdekatan tempat duduk di sekolah dan berdekatan selera, karena apa yang dia makan aku selalu suka, sehingga setiap kali dia punya makanan, aku pasti akan selalu memintanya.
Teman ‘dekat’-ku itu termasuk orang yang baik dan penuh perhatian. Sehingga tanpa kuberitahupun dia pernah berusaha untuk mencari-tahu sendiri tanggal lahirku, dengan tak peduli apakah itu hari ulangtahunku atau tidak. Bahkan dia pernah memberiku kado berupa ‘sebuah’ sepatu olahraga, yang ketika kubuka bungkusnya aku sangat senang menemukan kotak sepatu merek terkenal yang masih baru, tapi ternyata kotak itu hanya berisi sebelah, bekas dibuang orang!
Seperti itulah kami menjalani kedekatan yang kumaksud.
Aku masih ingat, hari itu Selasa, 29 Februari 2000. Di sekolah, aku menerima sebuah amplop kecil dari adik-nya yang juga adik kelasku. Ketika kubuka, ternyata undangan ulang tahun yang ditulis tangan : ‘Datang ya, diulangtahunku yang keenambelas’.
Temanku itu memang baru berusia enam belas tahun. Dia akan merayakan ulangtahunnya, pikirku.
Sepulang sekolah aku bergegas mempersiapkan kado untuknya. Kubeli di pasar, kubungkus sebagus dan serapi mungkin serta kuikat dengan pita warna merah.
Malam itu aku berpakaian yang rada-rada necis. Dengan berjalan kaki dan bersiul-siul kecil, aku meninggalkan rumah-ku menuju kerumahnya sembari membawa kado yang telah kupersiapkan.
Sesampai dirumahnya, kulihat banyak mobil di halaman. Dan banyak tamu yang telah datang, tapi semuanya orang-orang tua. Tak seorangpun kutemukan teman sekolahku. Yang sebaya denganku hanya teman ‘dekat’-ku itu beserta saudara-saudara sepupunya.
Aku langsung masuk ke rumah, kuserahkan kado yang kubawa pada temanku.
“Acaranya belum dimulai”, katanya seraya meletakkan kado itu di atas meja. Dan kulihat ada sebuah tart ulang tahun yang besar. Di atasnya ada lilin berbentuk angka enam belas. Tapi aku heran, temanku itu hanya berpakaian biasa dan belum didandani sebagaimana layaknya orang merayakan ulang tahun.
Setelah acara dimulai baru aku tahu, ternyata yang ulang tahun bukan temanku, melainkan neneknya! Kebetulan beliau lahir tanggal ’29 Februari’ yang hanya ada empat tahun sekali. Jadi pada ulangtahunnya yang ke-16 beliau telah berusia 64 tahun!
Aku mulai gelisah memikirkan kado-ku. Karena kado itu kupersiapkan untuk temanku, bukan untuk neneknya. Sehingga sebelum acara buka kado, aku lebih dulu mohon diri.
Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi saat kadoku dibuka di depan orang banyak. Sebab kado itu berisi selembar pakaian dalam berupa celana yang telah kutandatangani dengan spidol dan sebuah dot bayi serta kartu ucapan yang bertuliskan : “Sehari setelah ulangtahunmu kuharap engkau telah memakai pemberianku!” Sungguh! Ucapan ini bukan untuk neneknya!
Juga telah dipublikasikan di The New York Times Gambarnya punyanya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H