Perempuan Cina Itu Membuatku Bahagia Sekaligus Terluka (IV)
Hari itu adalah hari Minggu di awal Januari. Kuundang dia ke rumahku, dan dia datang tepat pada waktu yang dijanjikannya. Waktu dimana kusingkap segenap asa dan rasa dalam diriku, kupaparkan semua alasan yang memberati hatiku dan kubentang kebimbangan-kebimbangan yang kumiliki.
Aku bicara tentang kerinduan dan rasa takutku, bahwa aku takut kehilangan dia. Aku bicara tentang kekagumanku, bahwa aku menyukai dan mencintainya. Dan aku bicara tentang kesangsian dan keraguanku, bahwa masih ada perbedaan yang tersisa antara kami. Perbedaan yang membuatku tak sanggup memintanya untuk mencintaiku, karena mungkin aku tak akan bisa membahagiakannya. Oleh karena itu hanya kuharap kesediaannya menjadi adik-ku dalam persaudaraan.
“Janganlah engkau berpikir terlalu jauh tentang perbedaan itu, aku juga memiliki ketakutan yang sama, kalau engkau akan membenciku. Aku bukan tak menyukaimu, tapi kalau kita bisa berteman dalam persahabatan yang lebih indah, kenapa aku mesti kau anggap sebagai adik.” Hanya itu jawaban yang kuperoleh dari gerakan bibirnya menjalin kata.
Selebihnya adalah wujud, ekspresi dan perlakuan yang membuatku lebih mengerti dan memahami jawaban itu, seperti penjelasan kitab suci mengenai rahasia-rahasia alam.
Ada bersitan perasaan senang menyinggahi sudut hatiku, menyisakan sedikit catatan yang tak akan pernah kulupakan : ‘…. Hari ini aku teramat bahagia, bahkan teramat sangat tiada bandingan, dan tiada terkatakan. Masih kurasakan getar-getarnya ditubuhku, masih bersisa desiran lembutnya di dadaku, dengan segala ketakyakinan yang mencampurinya. Ketidakyakinan terhadap apa yang telah kuperoleh hari ini.
Hari ini adalah puncak dari segala rangkaian harapanku, yang telah kumiliki sejak beberapa waktu yang lalu. Harapan akan hadirnya sebentuk cinta dari seseorang yang senantiasa kudambakan, sekarang telah terpenuhi …..’
Memang tidak ada rangkaian kata dan ucapan yang menjelaskan, juga tidak ada permintaan penegasan berupa tanya. Semuanya berlalu dalam keheningan yang melebihi kesunyian makam. Dia diam, aku pun diam dan kami terpaksa untuk diam. Cinta telah merupakan penjelasan yang mengandung ribuan kata.
Di saat kuekspresikan cinta dalam satu suasana yang telah memaksa kami untuk diam itu, kuresapi kesenyapan dalam nyata, sebagaimana kusaksikan bibirnya bergerak menyampaikan kata, kuhayati gerakan yang sama mengantarkan rasa.
Aku seperti seekor anak burung yang telah menerima makanan dari paruh induknya, dan menerima kehangatan yang terasa mengalir dari lindungan sepasang sayap. Sehingga aku merasa tak perlu bertanya lagi tentang cinta dan tak perlu meragukan ketulusannya. Sebab hakikat paruh dan lindungan sayap telah mengajarkan padaku tentang makna cinta dan pengertian ketulusan itu.
Kesadaran membangunkan kami dari loncatan dunia mimpi ke dalam dunia nyata. Satu jam telah terlewatkan, satu tahun bagaikan berlalunya setiap menit. Kelengangan siang, sinar mentari, daun-daun dan pohon-pohon membuat kami lupa akan semua kenyataan, kecuali cinta.
Maka berakhirlah pertemuan singkatku dengannya, pertemuan yang singkat tapi sangat berarti, yang telah membebaskanku dari perbudakan kesepian dan kesunyian, serta yang telah membiarkanku berjalan dalam langkah-langkah bahana cinta yang membara. (bersambung)
Audio of Hantaran Bahagia dalam Catatan
Sebelumnya : TIGA : Cerita dalam Sepotong Cermin Gambar dari SINI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H