Isu mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terus menghangat akhir-akhir ini apalagi semakin mendekatinya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada tanggal 20 Oktober nanti. Hal ini terjadi setelah Presiden saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak berkenan untuk menaikkan harga BBM sampai akhir masa pemerintahannya. Sehingga hal ini menjadi konsekuensi dan pilihan sulit bagi pemerintahan baru Jokowi-JK. Kenyataan ini memang tidak dapat dihindari mengingat beban subsidi BBM yang terus membengkak setiap tahunnya seiring dengan kenaikan populasi kendaraan serta peningkatan aktivitas ekonomi dan industri.
Sampai dengan tahun 2013 populasi kendaraan bermotor mencapai lebih dari 100 juta unit. Kondisi ini berkontribusi pada anggaran subsidi BBM yang mencapai lebih dari 200 trilyun setiap tahunnya. Padahal sesungguhnya beban anggaran subsidi ini bisa dialihkan ke sektor lain yang lebih bermanfaat khususnya infrastruktur dimana Indonesia masih sangat tertinggal dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Dengan pengalihan subsidi ini diharapkan terjadi percepatan pembangunan yang cukup tinggi dan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang saat ini masih berkisar di bawah 6 persen.
Rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintahan baru terpilih Jokowi-JK semakin menguat seperti yang telah disampaikan oleh Tim Transisi Jokowi-JK, bahkan kenaikannya bisa mencapai 3000 rupiah per liternya. Walaupun besaran kenaikan dan waktunya belum ditentukan secara pasti, namun cepat atau lambat harga BBM pasti akan naik bahkan harus naik. Keharusan untuk menaikkan BBM ini memang kebijakan yang tidak bisa dihindarkan dari pemerintahan baru. Namun demikian, pemerintah tidak boleh menaikkan harga BBM begitu saja tanpa melakukan langkah-langkah untuk melindungi masyarakat kecil yang terdampak oleh kenaikan harga BBM ini serta mengubah kebijakan-kebijakan terkait permasalahan energi secara umum dan BBM pada khususnya.
Pertama, perlu ada jaminan pengguliran dana bantuan langsung tunai (BLT) seperti pada saat kenaikan harga BBM sebelumnya dengan penyaluran yang lebih tepat sasaran. Berangkat dari kasus sebelumnya, banyak sekali bantuan BLT yang tidak tepat sasaran dan bahkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan BLT malah tidak mendapatkannya. Sehingga perbaikan database rakyat miskin harus segera diperbaiki dan diperbarui. Kedua, program konversi BBM ke gas harus segera dilaksanakan secara masif pada tingkat nasional. Alihkan sebagian subsidinya untuk program konversi ini dan pastikan tersedianya stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) sampai ke daerah-daerah. Hal ini mengingat bahwa transportasi sudah menjadi kebutuhan vital masyarakat, sehingga kenaikan harga BBM dikhawatirkan tidak akan mengurangi mobilitas penduduk yang berdampak pada tidak berkurangnya konsumsi BBM.
Yang ketiga, perlu adanya kombinasi pengurangan subsidi BBM antara menaikkan harga BBM dengan penarikan pajak subsidi BBM berbarengan dengan penarikan pajak kendaraan bermotor. Disini penulis mengusulkan pemungutan dana pengurangan subsidi BBM melalui pajak kendaraan bermotor dengan menambah satu komponen pajak subsidi BBM. Dengan begitu, pengurangan subsidi BBM langsung ditarik dari para pemilik kendaraan bermotor sehingga dapat meminimalisasi dampaknya kepada masyarakat. Dengan strategi ini juga diharapkan akan mengurangi kepemilikan kendaraan bermotor mengingat adanya kenaikan pajak dari komponen subsidi BBM.
Yang terakhir, pemerintah harus memperbaiki sektor transportasi publik khususnya angkutan bus dan kereta dan memberikan subsidi yang lebih banyak kepada dua moda transportasi tersebut. Subsidi secara langsung kepada penumpang kereta ekonomi sudah mulai berjalan dengan baik. Namun demikian, pemerintah belum memberikan subsidi untuk penumpang bus. Memang sepertinya ada kesulitan untuk memberikan subsidi kepada penumpang bus karena banyaknya perusahaan yang terlibat dalam moda transportasi ini. Hal ini berbeda dengan kereta yang hanya dimiliki oleh PT. KAI. Sehingga yang perlu dibenahi adalah tata kelola transportasi bus ini sehingga pemberian subsidinya bisa tepat sasaran.
Sebagai penutup, persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi oleh pemerintah sebelum menaikkan harga BBM. Kalau tidak, maka akan terjadi penolakan dari masyarakat yang berakibat pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada pemerintahan baru. Penulis yakin, dengan komitmen kuat yang diberikan oleh Jokowi-JK, maka pemerintah tidak akan menemui kesulitan menerapkan syarat-syarat tersebut. Kecuali jika pemerintahan Jokowi-JK telah dikuasai dan bahkan berkongsi dengan para mafia sektor energi dan bersekutu dengan para produsen otomotif asing, maka hal ini akan sulit terwujud.
Mochamad Syamsiro, Center for Waste Management and Bioenergy, Universitas Janabadra Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H