Ketika membaca judul ini, kita diperhadapkan dengan berbagai macam pertanyaan. Diantaranya adalah apa yang disebut dengan pilihan terakhir, apakah PLTN akan dibangun jika semua sumber energi kita sudah habis, atau jika sumber energi terbarukan tidak mencukupi, atau secara ekstrem tidak boleh membangun PLTN. Lalu, bagaimana seharusnya pemahaman kita tentang judul ini.
Pilihan terakhir dalam konteks ini dinyatakan dalam PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (PP KEN), pasal 11 ayat 3. Secara lengkap tertulis :
“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan bagi Energi Nuklir yang dimanfaatkan dengan mempertimbangkan keamanan pasokan Energi nasional dalam skala besar, mengurangi emisi karbon dan tetap mendahulukan potensi Energi Baru dan Terbarukan sesuai nilai keekonomiannya, serta mempertimbangkannya sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat.”
Pemahaman Komprehensif
Ketentuan dalam pasal 11 ayat 3 diatas haruslah dipahami dalam konteks yang lebih luas agar komprehensif. Pasal 11 PP KEN ini tertuang dalam Paragraf 2 Perioritas Pengembangan Energi. Prioritas Pengembangan Energi adalah kebijakan kedua dari empat kebijakan utama (lihat pasal 3 PP No 79/2014). Perioritas Pengembangan Energi dalam pasal 11 yang terdiri tiga ayat merupakan kesatuan sehingga harus dipahami secara lengkap yang meliputi upaya yang dilakukan (ayat 1), prinsip prioritas pengembangan energi (ayat 2) dan mempertimbangkan Energi Nuklir sebagai pilihan terakhir (ayat 3).
Perioritas pengembangan energi (ayat 1) dilakukan melalui lima cara, yaitu: Pertama, mempertimbangkan keseimbangan keekonomian energi, keamanan pasokan energi dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kedua, memperioritaskan penyediaan energi bagi masyarakat yang belum memiki akses terhadap energi. Ketiga, mengutamakan sumber daya energi setempat. Keempat, memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Kelima, kebutuhan pengembangan industri di daerah yang kaya sumber daya energi.
Keseimbangan keekonomian energi (ayat 2) didasarkan pada empat prinsip, yaitu: Pertama, maksimalkan pengunaan energi terbarukan. Kedua, minimalkan penggunaan minyak bumi. Ketiga, optimalkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru. Keempat, batubara sebagai andalan pasokan energi nasional. Prinsip perioritas pengembangan energi (empat prinsip) diatas dikecualikan energi nuklir. Meskipun energi nuklir dikecualikan dalam prioritas pengembangan energi atau dengan kata lain energi nuklir tidak diperioitaskan, bukan berarti tidak boleh mengembangkan energi nuklir/PLTN. Ada tiga alasan yang menjadi pertimbangan PLTN dapat dikembangkan (ayat 3), yaitu: Pertama, keamanan pasokan energi nasional dalam skala besar. Kedua, mengurangi emisi karbon. Ketiga, mendahulukan potensi energi baru dan terbarukan sesuai nilai keekonomiannya.
Perlu Kajian Mendalam
Penjelasan pasal 11 ayat (3) selain memenuhi tiga alasan diatas, juga harus dilandasi atas kajian yang mendalam tentang teknologi nuklir yang aman sehingga pada dasarnya Energi Nukli dapat dimanfaatkan. Penjelasan pasal 11 ayat (3) secara lengkap dinyatakan :
Ketentuan ini mengandung maksud bahwa mengingat pemanfaatan Energi Nuklir memerlukan standar keselamatan kerja dan keamanan yang tinggi serta mempertimbangkan dampak bahaya nuklir terhadap Lingkungan Hidup maka penggunaannya dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir. Namun demikian, dalam hal telah dilakukan kajian yang mendalam mengenai adanya teknologi pengembangan Energi nuklir untuk tujuan damai, pemenuhan kebutuhan energi yang semakin meningkat, Penyediaan Energi nasional dalam skala besar, mengurangi emisi karbon, serta adanya kepentingan nasional yang mendesak maka pada dasarnya Energi nuklir dapat dimanfaatkan.
Tuntutlah ilmu PLTN walau ke Negeri Cina
PLTN dan perkembangan global menunjukkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) memilikii 100 PLTN, saat ini sedang membangun lima unit PLTN lagi. Kemudia Rusia memiliki 33 PLTN dan sedang membangun 11 PLTN baru. Cina memiliki 30 unit PLTN yang beroperasi dan sedang membangun 21 unit lagi.
Cina membutuhkan energi dalam jumlah besar demi memacu pertumbuhan ekonominya. Berdasarkan data US EIA, pada tahun 2014 Cina menduduki urutan kedua sebagai pengguna energi primer di dunia dengan jumlah konsumsi energi mencapai 27.139 Terawatt jam (TWh) atau 19,3 persen dari konsumsi global. AS menjadi konsumen terbesar, mencapai 27.592 GWh atau 19,6 persen. Namun, Global Energy Statiscal Year Book 2015 menyebutkan, Cina sudah menjadi konsumen energi terbesar dunia, dengan total konsumsi mencapai 3.034 MTOE pada tahun 2014. AS pada posisi kedua dengan jumlah konsumsi 2.224 MTOE.
Menurut International Atomic Energy Agency (IAEA), kontribusi energi nuklir di Cina masih kecil, hanya 2,4 persen atau sebesar 123,8 miliar kWh dari total produksi pada tahun 2014. Konsumsi listrik per kapita 3.510 kWh pada tahun 2012. Diperkirakan pada tahun 2030 konsumsi listrik per kapita di Cina melonjak menjadi 5.500 kWh per tahun dan naik lagi menjadi 8.500 kWh per tahun pada tahun 2050.
Cina berencana membangun 110 PLTN hingga 2030 mendatang. Nilai investasi untuk mewujudkan proyek tersebut diperkirakan mencapai 78,8 miliar dolar AS atau setara dengan 500 miliar yuan. Bila proyek tersebut terelisasi, Cina akan melampaui Amerika Serikat yang hanya mempunyai 100 PLTN.
Laporan the China Times menyebutkan, Cina akan meningkatkan kapasitas tenaga listrik hingga 58 GW sampai 2020, naik tiga kali lipat dari kapasitas 2014. Cina saat ini mempunyai 23 PLTN yang aktif beroperasi dan 27 lainnya dalam tahap konstruksi. PLTN yang sedang dibangun di Cina ini sepertiga dari total proyek PLTN yang sedang dibangun di seluruh dunia. Lalu, apa pertimbangan Cina yang dengan agresif menambah PLTN tersebut? Pemerintah beralasan ingin mengembangkan energi yang bersih lingkungan dan memenuhi kebutuhan listrik rakyat.
Pada tanggal 15 dan 16 Desember 2015, Penulis bersama dua Anggota Dewan Energi Nasional mendapat kesempatan melakukan “Scientific Visit” di Cina. Berdasarkan pertemuan dan diskusi yang dilakukan diperoleh beberapa informasi. Pertama, Cina telah 60 tahun mengembangkan teknologi nuklir sebagai salah satu sumber energi. Saat ini, Cina memiliki 30 unit PLTN dan sedang membangun 21 pembangkit lainnya. Kedua, Sejak PLTN dioperasikan pertama kali pada tahun 1991, hampir tidak ada kecelakaan maupun insiden. Ketiga, public acceptance merupakan hal terpenting dan juga tangtangan bagi negara yang ingin menggunakan nuklir sebagai salah satu sumber energi. Keempat, pengembangan teknologi nuklir Cina bekerjasama dengan institiusi pendidikan (Tsinghua University). Kelima, pesan moral bahwa jika hendak mengembangkan energi nuklir seharusnya menguasai teknologinya sehingga tidak bergantung kepada negara lain.
Kesimpulan
- PP No 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional memberi ruang bagi pengembangan PLTN di Indonesia.
- PLTN sebagai pilihan terakhir harus dipahami secara komprehensif agar tidak menimbulkan salah persepsi serta diperlukan kajian mendalam multi dimensi.
- Cina dapat dipertimbangkan sebagai contoh pembelajaran dalam mengembangkan teknologi Nuklir di Indonesia.