Mohon tunggu...
Sinar Saja
Sinar Saja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sinar namaku. Lagi belajar menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ada Begitu Banyak Cinta di Sana

15 November 2010   18:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:35 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_73115" align="alignright" width="150" caption="Ade Suryana"][/caption] [caption id="attachment_73116" align="alignright" width="150" caption="Ai "]

12898453361166518657
12898453361166518657
[/caption] [caption id="attachment_73117" align="alignleft" width="150" caption="Ade dan Ai"]
12898454161736393574
12898454161736393574
[/caption]

Terinspirasi dari kata-kata Mba Meli Indie saat memberi komen di postinganku terdahulu, “ada begitu banyak cinta di sana”.Aku jadi ingat satu kejadian yang sebetulnya tak direncakanan , saat berkunjung ke Bandung.

*****

Awalnya, malam itu setelah lelah membenahioleh-oleh hasil jarahan di toko-tokokecil pinggiran jalan Dago, perutku bernyanyi minta diisi.Memang sedari meninggalkan Saung Udjo, perutku tidak pernah lagi terisi benda-benda yang membuatnya terlena dan merasa nyaman. (Dasar perut karetku, hehehe…)

“Bisa saja sih, pesan makan di hotel tapi… kayaknya lebih enak kalo makan di luar aja deh,” Begitu pikirku. Akhirnya, kuputuskan untuk pergi ke luar, jalan-jalan.

Hujan rintik-rintik masih mengguyur kota Bandung, saat kulangkahkan kaki menyusuri jalan tak jauh dari tempatku menginap. Ku segera menepi,melindungi diri dari derasnya rintik-rintik itu. “Berlari kecil, ku naiki undakan di kedai yang kebetulan berjudul “Bakmi Anak Muda”.

“Grrr…. Dinginnya….,” tanganku sedikit gemetaran.

“Mba… mba…beli ini mba….,” suara anak laki-laki kecil menyentakku dari rasa dingin itu.

“Apa itu, nak?”Aku melihat seorang anak laki-laki kurus, berbaju kaos hitam lagi basah, memikul dua kotak persegi empat dipundaknya.

“Anu, ini Cireng buat digoreng”, jawab anak itu.

“Cireng?”Baru kali ini aku mendengar kata itu.“Tertarik nehh”..

Hujan lebat mengganti deraian rintik-rintik, membuatku bergeser ke dalam kedai Bakmi Anak Muda.

“Eh, nak, ayo mari masuk saja, tuhhh… hujan lebat!” kutarik tangan anak itu masuk ke dalam kedai.

“Biarlah, kotak cirengmu letakkan saja di pojokan itu !”

“Jangan mba, nanti ada pelayan yang marah, bajuku kotor dan basah,” anak itu berkata dengan logat Sundanya yang kental.

“Ah, tak apa-apa kok, nanti aku yang belain.” (Aku tak sadar… darah Bugis yang mengalir di dalam darah, membangkitkan keberanianku).. hehehe… (nekat, aja !)

“Kita duduk, sambil makan bakmi, mau?” Tenang saja, tidak usah dipikirkan ! “ kataku menangkap maksud tatapan segan dari anak-anak laki itu.

“Beneran,neh mba?” mata anak itu melotot.“Iya, beneran!”

“Sebenntarr,… aku ajak satu temanku, mba…,” katanya sambil berlarian menerobos hujan menjauh ke seberang jalan.

Belum sempat ku bertanya, anak itu sudah datang kembali dengan membawa seorang anak gadis kecil berkaos merah, basah pula.

“Ini mba, temanku..,” sambil tersenyum malu-malu memperkenalkan anak perempuan kecil di sampingnya.

“Ayo.. mari masuk,”

Kedua anak itu pun meletakkan barang dagangannya di pojokan pintu lalu masuk ke dalam kedai.

“Kalian mau pesan apa?”

Anak-anak itu saling berpandangan, tersenyum, ”Apa saja mba”. Masih dengan logat Sunda yang kental.

“Akhirnyapilihan kami jatuh pada; nasi bakmi rasa jakarta, rasa gado-gado, dan rasa china bin bandung.(Sebenarnya aku lupa, nama bakmi-bakmi tersebut, hehehe…)(Lupa adalah salah satu tanda dari alam akan ketuaannya umur seseorang.)

*******

Di sela-sela menikmatibakmi itu, aku bertanya banyak hal dari mereka.

Yang akhinya ku tahu bahwa anak laki itu bernama Ade Suryana sementara gadi kecil itu bernama Siti Aisyah. Nama yang cukup indah, bukan !

Sambil makan mereka banyak bercerita tentang suka dukanya menjadi penjual “Cireng”.

Ade dan Ai’ (nama sapaan gadis kecil itu) bersahabat. Keduanya duduk di kelas 5 SD Kawung Sari Girang.

Ade memiliki 4 saudara yaitu seorang kakak laki-laki yang bekerja sebagai tukang ojek dan dua adiknya yang masih kecil. Bapaknya adalah seorang buruh serabutan  sedang ibunya sudah setahun lebih meninggal dikarenakan strok sewaktu  terjatuh di pintu WC.Mereka sekeluarga tinggal dan dirawat oleh neneknya yang sudah lumayan tua.

Aisyah masih lebih beruntung, karena kedua orang tuanya masih hidup.Tapi pekerjaan orang tuanya yang tidak menentu, membuatnya harus turut membantu berjualan cireng.

Setiap hari mereka berjualan cireng setelah pulang sekolah dari jam 1 siang hingga jam 10 malam. Mereka menjajakan cireng tersebut di jalan-jalan dekat tempat kami makan saat itu. Rata-rata penghasilannya lumayan, kadang 50 ribu, kalo beruntung laku semua bisa 70 ribu setiap harinya.

Mereka tidak malu menjadi penjual cireng. Bahkan dengan bangganya, Ai bercerita bahwa cireng tersebut adalah hasil bikinan ibunya. Ai’ pun bisa menjelaskan cara membuat cireng dengan sangat baik.

“Duh,… anak-anak ini, di usiamu yang masih sangat muda, 10 tahun, kalian sudah tahu akan apa artinya hidup dan berusaha menjadi berarti dalam hidup ini.”

Ai’ bercita-cita menjadi dokter , di lain pihak Ade bercita-citamenjadi seorang tentara.

“Tak terasa… lama bertukar kisah, makanan di atas meja tersantap habis. Jus alpukat yang disuguhkan pun habis sudah. “

“Alhamdulillahhh….. kenyang banget.”

Senyuman dan rasa puas terpancar di bola-bola mata mereka yangbergemintang malamini.

“Kami belum pernah makan bakmi senikmat dan seenak ini,”katanya tertawa.

“Sammaaa dong….Aku pun belum pernah makan bakmi yang senikmat dan seenak ini!” kataku nyengir kuda.

“Kami tertawa bersama-sama”…. Hahahahahaha !!!!

Orang-orang yang makan di samping kami menoleh,” heran melihat tingkah kami bertiga.

“Hehehehe…… baju boleh basah,dingin boleh menyergap… tapiperuttelah terisi penuh….”

******

Tak terasa, hujan pun reda. Kami memandang keluar dinding kaca tembus pandang. Ah, sepertinya sudah waktunya kita pulang ke rumah masing-masing.

Tangan – tangan mungil yang mulai mendingin milik Ade dan Ai menyalimi tanganku, sebelum berpisah di ujung jalan kedai Bakmi Anak Muda. “ Hati bergetar merasakan dingin mulai menyergap persendiantulang dan memacu jantung kami bertiga.Insya Allah, semoga kita bisa berjumpa lagi suatu hari kelak. : )

Ade dan Ai berjualanlah dengan baik, sekolah dan belajar yang rajin. Insya Allah cita-cita kalian dapat terwujud, menjadi dokter dan tentara teladan bagibangsa, masyarakat, agama dan keluarga. Amin.

Di ujung Soroako ini, aku teringat pada kalian berdua. Dua cinta yang tak sengaja ku temui di Bandung.

Ilalang Soroako, curhatku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun