Saat JK kembali maju sebagai cawapres, banyak yang mempertanyakan motif beliau. Bahkan ada yang curiga jangan-jangan ada motif ekonomi di baliknya. Apalagi latar belakang JK sebagai pengusaha. Wajar saja kalau ada yang curiga dan mengaitkan dengan motif ekonomi untuk memperkaya diri atau membesarkan perusahaan. Apakah benar demikian? Tulisan ini mencoba menjawab hal itu.
Memang benar bahwa JK itu pengusaha. Umumnya pengusaha digambarkan kapitalis, mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara. Apakah JK masuk kategori tersebut? Selama 3 tahun terakhir sejak bergabung dengan Kalla Group, saya mencoba mempelajari motif dan gaya JK sebagai pengusaha.Apakah memang kapitalis atau sosialis atau religius?
Kalla Group sebagaimana umumnya perusahaan, pasti berorientasi profit. Tapi ada yang berbeda dengan perusahaan lainnya. Ada dua peristiwa yang membuat saya terkesima dan berkesimpulan bahwa JK adalah sosok pengusaha yang berbeda.
Pada bulan Pebruari 2013 saat saya mengikuti Strategic Meeting Kalla Group di Bali, JK sebagai founder memberikan pengarahan dengan berucap “jika kami membuat perusahaan berorientasi hanya profit maka lebih baik kami beli tanah saja yang harganya selalu naik. Kami mendirikan perusahaan ini agar banyak orang yang dapat pekerjaan”.Dari ungkapan itu, orientasi JK bukan pribadi tapi orang lain dan juga bangsa ini.
Sebagai wujud implementasinya, Kalla Group sebagai perusahaan merumuskan misinya yaitu : 1). Mewujudkan kelompok usaha terbaik dan unggul; 2). Berperan aktif dalam memajukan ekonomi nasional; 3). Berperan aktif mewujudkan kesejahteraan masyarakat demi kemajuan bersama. Bagaimana implementasinya? Data tahun 2011 sampai 2013 jumlah karyawan terus bertambah dari 3000 menjadi 6000 orang. Jika 1 orang menghidupi 4 orang maka ada 24.000 orang yang menikmati manfaat adanya perusahaan.
Selanjutnya Kalla Group bergerak pada bidang yang dapat mempercepat proses pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bidang garapannya yaitu otomotif, konstruksi, property, logistic, manufaktur, energy, finance, transportasi dan pendidikan. Dari hasil perputaran bisnisnya Kalla Group dapat menjadi Pembayar Pajak Terbesar di Sulsel selama beberapa puluh tahun lamanya.
Pada bulan Desember 2013 diadakan Rapat Penetapan Target Tahun 2014 yang dihadiri juga oleh JK. Saat penandatanganan target, tiba-tiba JK bertanya “berapa zakatnya?” Saya heran, mengapa JK tidak bertanya “berapa profitnya?” Tentu ada makna besar di balik ungkapan itu. Perusahaan tidak boleh hanya hitung profit, tapi juga harus hitung zakat. Alhamdulillah Kalla Group dalam hal zakat sangat perhatian. Saya tahu karena saya ikut mengelolanya, jadi saya punya data lengkap. Selama tiga tahun, besaran zakat selalu lebih dari standar 2,5% sehingga lebihnya jadi infak. Peningkatannya pun tinggi, sekitar 67% dari tahun 2011 ke tahun 2013. Penggunaan zakat pun harus banyak ke pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan, ekonomi, keagamaan dan lingkungan hidup. Ini semua sejalan dengan visi Kalla Group : menjadi panutan dalam pengelolaan usaha secara profesional berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Pengembangan kualitas manusia pun sangat diperhatikan. Salah satu yang sangat luar biasa yaitu pendirian Sekolah Islam Athirah Makassar. Jika ada lahan di pusat kota yang luasnya sekitar 3 hektar tentu sangat menguntungkan jika dikelola untuk bisnis. Namun ternyata keputusan keluarga yang dibimbing oleh Hadji Kalla, di atas lahan itu didirikan sekolah. Tentu sekolah bukan bisnis dan tidak akan menguntungkan secara finansial. Jika orientasi bisnis kapitalis semata, tentu tidak mungkin itu dilakukan. Namun kesadaran tentang pentingnya membangun manusia yang berkarakter anggun, unggul dan cerdas menjadi motivasi sehingga Sekolah Islam Athirah pun berdiri sejak tahun 1984 atau 30 tahun yang lalu.
Lebih lanjut lagi, pada tahun 2011 saat awal penulis bergabung ternyata pengembangan Sekolah Islam Athirah dilanjutkan ke Bone di atas lahan 6,3 hektar. Menariknya di atas lahan itu didirikan Sekolah Unggul Berasrama dengan 80% siswanya bebas biaya. Seleksi dilakukan ke seluruh penjuru Sulsel dan sampai tahun ketiga ini sekitar 200 siswa dhuafa yang dapat menikmati pendidikan berkualitas tanpa biaya karena didanai oleh yayasan Kalla. Sekolah yang mimpinya menyiapkan calon pemimpin yang seimbang iman, ilmu dan amal. Prestasi sampai tingkat nasional pun telah diraih dan tahun ini sudah meluluskan siswa angkatan pertama.
Mengapa JK sikap dan cara pandangnya seperti itu? Ternyata memang ada filosofi dasar yang selama ini beliau pegang yang diwariskan dari bapaknya Hadji Kalla. Nilai-nilai itu telah digali oleh Dr. Syafi’iAntonio, ahli ekonomi syariah berkaliber internasional dari Batasa Tazkia. Suatu hari saya ikut seminar Jalan Kalla yang disampaikan oleh Dr. Syafi’iAntonio,, sungguh saya sangat takjub karena nilai utama dari Jalan Kalla yaitu Kerja adalah Ibadah. Pesan JK “agama selalu menjadi dasar hidup dan juga dasar saat berusaha, artinya usaha itu diniatkan untuk ibadah sehingga Kerja Ibadah menjadi 'darah daging' kehidupan kita”.
JK memaknai ibadah ternyata sangat luas, bukan semata shalat, zakat, puasa dan haji. Tapi segala aktivitas manusia yang memberi manfaat kepada sesama manusia dan juga lingkungan sebagai wujud perannya menjadi pemimpin (khalifah) di muka bumi. Itulah JK : Pengusaha Motivasi Ibadah. Mencari kebahagiaan dengan membahagiakan orang lain, bukan dengan mengorbankan orang lain. Jika Allah menakdirkan JK menjadi Wapres semoga dapat membahagiakan seluruh rakyat Indonesia karena sejahtera lahir dan batin.
Makassar, 10 Juni 2014
Syamril
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H