@ Black Horse. Salam.
Terima kasih atas tangapan baliknya yang menarik untuk disimak, saya sependapat dengan anda. Masalah sekarang dengan Singapura saya kira sudah menyangkut harga diri. Dengan pongah Singapura menegaskan melalui situs resmi Kemenlu Singapura bahwa si Nazar sudah tidak ada lagi disana ( 5 Juli 20011) setelah dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK pada 30 Juni 2011.
Saya katakan menyangkut harga diri, karena sebelumnya, berani beraninya Menlu Singapura datang di Jakarta tanpa kemauan untuk menyerahkan sang buron tersebut. Tidak ada rasa segan sedikitpun kepada Cikeas. Jika Menlu Singapura datang menyerahkan si Nazar, hal ini menjadi tonggak sejarah baru bagi kehidupan kebersamaan di Asean. Mengapa sedemikian kekeuhnya singapura dalam hal ini? Menurut saya karena sampai saat ini Singapura memegang The Bottle neck Paradigm. Mari kita tengok kembali sejarah.
Malaka dikuasasi Portugis pada1511 namun terusir oleh Kompeni Belanda pada 1641. Pendudukan Belanda mencapai Penang pada 1786 Kemudian Inggeris mengalahkan Belanda dan menguasai semenanjung Malaka pada 1795 selanjutnya pada 1826 dibentuk The Colony of Straits Settelements atas Penang dan Singapura ( Tumasik).
Pada waktu Perancis menginvasi Belanda pada tahun 1806, Inggris mencoba mengambil kesempatan itu untuk merebut koloni-koloni Belanda di Nusantara. Maka pada tahun 1811 dimulailah pendaratan ke Jawa, Belanda akhirnya harus menyerahkan koloninya kepada Inggris. Berbeda dengan pendudukan Perancis terhadap Belanda, Pendudukan Inggris dilakukan secara langsung tanpa bertempur, dimana Belanda harus menyerahkan kekuasaanya di Hindia Belanda kepada Inggris.
Sejak saat itu Indonesia secara langsung berada di dalam kekuasaan Inggris. Pada masa "The British Interregnum" untuk pertama kalinya diangkat Sir Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jendral Inggris atas wilayah Hindia Belanda.
Setelah kekalahan yang dialami Napoleon di Eropa, maka berdasarkan perjanjian Wina tahun 1814 Inggris harus mengembalikan Jawa dan daerah lainnya kepada Belanda. Penyerahan koloni itu baru dilaksanakan Inggris pada tanggal 16 Agustus 1816.
Perebutan kekuasaan atas semenanjung Malaka yang berlangsung berabad abad, disebabkan karena kedudukan strategis Melaka, dimana Tumasik ( Singapore ) menempati posisi strategis lintas palayaran perniagaan dunia. Tesis ini menjadi paradigma bahwa siapa yang menguasai Singapura berarti menguasai perdagangan di Asia Timur ( The Bottleneck paradigm ). Mungkin hal ini merupakan salah satu pertimbangan strategis mengapa pada perjanjian Viena (1814), Inggeris lebih memilih melepaskan kembali Batavia kepada Belanda ketimbang mempertahankannya denganresiko berkobarnya pertempuran.
Singapura saat ini menurut pandangan saya memegang teguh paradigma leher botol tersebut, meski mengalami modernisasi aktualisasinya. Singapura seperti iklan produk Teh kemasan. “Apapun makannya…Teh saya minumannya”….”Apapun yang terjadi di Indonesia…..Singapura menangguk keuntungannya”.
SyamJr
Sumber : wikipedia Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H