Hari ini 6 June 2014 jam 16:48:54 ada artikel yang menurut saya sangat menarik untuk dicermati terkait pernyataan Capres Joko Widodo mengenai “revolusi mental”. Artikel dibawah judul “Konsep Revolusi Mental Sudah Berusia 100 Tahun” ditulis oleh kompasianer atasnama Felix Sitorus.
Saya merasa mendapat pencerahan untuk bisa memahami konsep revolusi mental dimaksud. Entah benar atau tidak pemahaman saya mengenai hal ini, pastinya akan ada dialog dalam proses berfikir saya tentunya. Saya berterima kasih untuk artikel yang mencerahkan. Menurut saya ada ungkapan yang sangat menarik dari artikel bung Felix tersebut.
[ Lantas apa relevansinya dengan revolusi mental? Manajemen saintifik, menurut Taylor, mempersyaratkan terjadinya suatu revolusi mental komplit, yaitu perubahan pola pikir di pihak manajemen dan pekerja berkenaan dengan kewajiban-kewajiban terhadap diri sendiri, antar pihak, dan perusahaan.]
Dari kalimat itu, jika revolusi mental Jokowi dijalankan pada periode pemerintahan mendatang, nampaknya akan ada perubahan hubungan buruh - majikan model kapiltalisme liberal yang berlaku sekarang. Karena “revolusi mental” bergerak melakukan perubahan terhadap hubungan 'buruh - majikan'. Selanjutnya dengan revolusi mental dimana produktifitas berlangsung atas dasar prinsip meterialisme yang bertolak ukur saintifik obyektif.
Hubungan sosial dan tatanan akan terbentuk antar ‘kawan’ karena mempunyai peran setara dalam konteks rangkaian proses produksi. "Kawan" hanyalah alat produksi. Saya coba kesampingkan terlebih dahulu apakah revolusi mental akan berdampak buruk. Berbagai premis mungkin saja muncul ketika konsep ini diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat bernegara. Setidaknya begitulah kira kira pemahaman saya.
Pertanyaan mungkin muncul, bagaimana menciptakan kesadaran seluruh strata sosial, tentu dibutuhkan atau harus ada benang merahnya sebagai panduan. Benang merah ini belum jelas garisnya dan tentu tidak ujug ujug begitu saja dalam kehidupan social masyarakat bangsda Indonesia.
Dari sisi aktualisasi revolusi mental , pengertian terhadap konsep ini sangat penting agar mudah dipahami seluruh rakyat. Mungkin dulu istilahnya “seluruh kekuatan revolusioner”. Seluruh kekuatan sejatinya bergerak dengan langkah seirama, jika tidak maka barisan akan kacau balau. Manakala roda dalam proses produksi berjalan tidak serasi akibatnya gigi roda bisa hancur rompal. Aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat bernegara membutuhkan pedoman tersebut dan nampaknya musti ada “power” yang cukup kuat.
Saya kira seorang avantgarde seperti Bung Karno telah meletakkan dasarnya dari sudut pandang ideologi. Sadar akan eksistensi Ideologi politik rakyat Indonesia yang aliran besarnya adalah NASIONALIS - AGAMIS – KOMUNIS. Ajaran Bung Karno menempatkan Pancasila sebagai perekat bangsa dan mesin utama gerakan revolusi beliau yang implementasinya Pancasila menjadi Trisila dan selanjutnya Ekasila = Gotong Royong sebagai wujud karakter bangsa Indonesia.
Semangat gotong royong menjadi arus utama penggerak ketiga kekuatan ideologis rakyat Indonesia dengan formula NASAKOM. Kekuatan tersebut harus dipersatukan agar menjadi kekuatan dahsyat revolusioner menciptakan badai revolusi mental. Secara pragmatis beliau membuat panduan dimaksud yang beliau sebut sebagai Manifesto Politik USDEK :
1. Undang Undang Dasar 1945.
2. Sosialisme Indonesia.
3. Demokrasi Terpimpin.
4. Ekonomi Terpimpin.
5. Kepribadian Indonesia.
Apakah ajaran Bung Karno seperti ini yang dimaksudkan Pak Jokowi?
Pemilih harus tahu dan paham agar cerdas guna menentukan pilihannya. Karena Pilpres adalah mandate kedaulatan rakyat yang diamanahkan kepada seorang Presiden Repiblik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H