Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pastinya Gubernur Ahok Tolak Rp.12,1 T Masuk APBD 2015

8 Maret 2015   10:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:00 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pastinya Gubernur Ahok keberatan jika Rp.12,1 Triliun masuk APBD DKI Jakarta 2015 yang telah disepakati bersama DPRD sebesar Rp.72 koma sekian triliun. Lantas kisruh merebak di media. Apa masalahnya. Tidak ada publikasi bahwa manakala Rp.12,1 triliun “dikeluarkan” apakah APBD 2015 menjadi Rp.59,9 triliun karena 72 dukurangi 12,1.

Kemudian apakah ketika 12,1 triliun “dikeluarkan” karena ditolak Gubernur Ahok, tapi APBD DKI Jakarta 2015 tetap pada Rp.72 Triliun. Karena Cuma item “Proyek UPS dll” yang diganti dengan item “Proyek Lain” dengan nilai persis 12,1 triliun yang Ahok punya mau. Artinya anggarannya tetap namun proyeknya diganti dengan proyek lain yang dikatakan sebagai “lebih bermanfaat”.

Tidak ada penjelasannya, tidak transparan juga, tapi mungkin liputan berita yang tidak rilis infonya di media.

Masih banyak yang perlu dipertanyakan, misalnya tentang pos anggaran. Apakah proyek lain pengganti “Proyek UPS dll” memang ada pos anggaran tersendiri atau tetap memakai pos anggaran yang sama tapi materi berbeda. Jika berbeda karena memang merupakan item dengan pos anggaran baru tentu harus melalui “pembahasan” dan kesepakatan dengan DPRD.

Jika hal ini tidak dilakukan maka pos anggaran tersebut tidak punya nomenclature  alias tidak sah. Ujungnya nanti akan berhadapan dengan auditor BPKP. Ringkasnya manakala  menggunakan e-budgeting hanya sekadar menghindar dari “pembasahan” bersama DPRD maka yang akan terjadi kedepan adalah saling curiga, saling tuding antara Gubernur versus DPRD.

Melalui mediasi Kemendagri memang nampaknya berhasil cooling down tetapi segera  akan mendidih lagi. Tudingan korupsi bisa jadi bahkan lebih berat ditujukan kepada pihak eksekutif.

Pada bagian awal artikel ini disebutkan akan terjadi perubahan dari Rp.72 triliun dikurangni Rp. 12,1 triliun = Rp.59,9 triliun. Berbandingan dengan APBD 2014 yang Rp. 65 Triliun, agak aneh memang jika APBD 2015 malah turun. Meskipun Silpa 2014 yang Rp.20 Triliun sudah carry over ke APBD 2015. Perubahan yang begitu besar tetap saja membutuhkan persetujuan DPRD karena secara prinsip APBD adalah hasil kesepakatan antara Gubernur dengan rakyat melalui perwakilan di DPRD.

Namun aktualnya terdapat catatan. Perhatikan beberapa pernyataan beliau melalu tivi. ”Saya mati sekalipun tidak apa apa”. “Dipecat sekalipun saya tetap tidak akan kompromi”. “Biar saya dipecat pokoknya yang penting 12,1 triliun tidak masuk APBD”. Artinya kecuali pihak DPRD mau secara sepihak sepakat saja dengan kemauan Gubernurnya. Cabut itu anggaran yang Rp. 12,1 triliun.

Apakah DPRD akan mau memberikan kesepakatan secara sepihak. Saya kira mungkin saja. Cobalah lakukan dengan pendekatan kekeluargaan persaudaraan “Adat Betawi”. Komunikasi politik dibangun atas dasar kultur bersama yang begitu beragam di Jakarta. Tetapi “Adat Betawi” adalah symbol keragaman kebinekaan tersebut. Komunikasi politik perlu dibangun bukan dengan bahasa komik cerita silat Kho Ping Ho yang endingnya adalah “Pibhu” digelanggang pertarungan antar pendekar.

Keberpihakan pemerintah pusat dalam hal ini Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri adalah kepada tegaknya hukum, bukan kepada tegaknya kekuasaan meski dengan dalih agar kepentingan rakyat tidak tersandera. Bukankah yang sangat dibutuhkan rakyat saat ini sebagai kepentingan bersama adalah tegaknya hukum? Sebab hukum yang mengatur bagaimana kita makan setiap hari. Percayalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun