Apapun pokok masalahnya, kisruh PSSI sejatinya diselesaikan secara olahraga sepakbola. Dimana mana pada setiap kejuaraan manakala berakhir seri maka penyelesaianya adalah adu penalti. Cara ini khas sepakbola yang lekat dengan fairness, fair play. Jadi sekarang jika dualisme kompetisi LPI versus LSI terus menyulut konflik silang sengketa, saya kira harus diselesaikan dengan semangat fairness dan fair play itu tadi. Duel dilapangan hijau, biar nyata siapa yang juara siapa yang pecundang.
Pak Djohar boleh lega dan tidak perlu bersitegang urat leher bantah berbantah, karena keadaan sekarang bisa berdampak kontra produktif terhadap persepak bolaan nasional dan merugikan atlit saja. Sekarang ini dunia sepakbola kita saya kira dalam keadaan force majeur. Namun penyelesaian masalahnya kita kembalikan kepada semangat olahraga.
Ringkasnya kompetisi LPI jalan terus sampai babak final menghasilkan juara LPI alias jagoannya Pak Djohar. Dilain pihak LSI, resmi tak resmi dijalankan saja kompertisinya sampai menghasilkan juara LSI.
Lalu dua jago ini kita adu dengan wasit dari luar. Siapa yang menang kita tempatkan di hall of fame sepakbola Indonesia yang kita andalkan mewakili bangsa ini pada kompetisi internasional Asia maupun kejuaraan dunia Dan yang kalah harus terima nasib tergradasi - pecundang dilekatkan buat memacu semangat berlatih.
Jika misalnya sang juaranya kompetisi LPI ternyata kalah maka kompetisi LPI adalah kompetisi kelas dua, demikian pula sebaliknya. Atau mungkin istilahnya terlampau vulgar.Bisa kita ganti istilahnya, sebut saja Kejuaraan Nasional SERI A dan SERI B. Jika jagonya kalah ada baiknya memberikan kesempatan kepada pengurus dan Ketum PSSI untuk mengundurkan diri melalui KLB.
Salam olahgara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H