Ada hal baru dan menarik dari penjelasan Juru Bucara KPK Johan Budi seputar status Anas Urbanuingrum sebagai tersangka. Pada acara Indonesia Lawyer Club ( ILC ) dengan host Karni Ilyas pada malam ini ( Selasa 26 Februari 2013 ). Pejabat KPK tersebut mengatakan bahwa sejak penyelidikan kasus Hambalang pada 2012 sebenarnya KPK telah beberapa kali melakukan gelar perkara sebelum akhirnya menetapkan AU sebagai tersangka.
Dalam beberapa kali gelar perkara tersebut belum ada kesepakatan kelima pimpinan KPK, belum form dan baru form pada gelar pendapat terakhir yang kemudian menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka pada Jum'at lalu (22-02-2013)
Penjelasan ini berbeda dengan penjelasan komisioner KPK Adnan Pandu Praja seputar dokumen "bocor" dimana terdapat paraf persetujuan beliau bersama Abraham Samad dan Zulkarnain, dua pimpinan KPKÂ lainnya. Dalam hal ini Adnan Pandu Praja menegaskan bahwa paraf persetujuan beliau tersebut dicabut karena menyadari belum ada gelar perkara untuk menetapkan Anas sebagai tersangka.
Pernyataan Adnan Pandu Praja bahwa "belum ada gelar perkara" memunculkan pertanyaan, mengapa Ketua KPK Abraham Samad menyampaikan kepada wartawan bahwa sudah ada kesepakatan semua pimpinan KPK namun belum seluruh pimpinan KPK menanda tanganinya. Bagaimana mungkin keterangan seperti itu disiarkan ke publik sementara "belum ada gelar perkara" seperti diungkapkan Adnan Pandupraja. Padahal gerlar perkara merupakan syarat mutlak sebelum surat perintah poenyidikan ( sprindik ) yang menetapkan tersangka diterbitkan.
Keterangan dari dua pimpinan KPK dan satu juru bicara memunculkan pertanyaan, ada apakah gerangan mengapa informasi tersebut seperti saling memotong satu sama lain. Demikian saya sampaikan kepada Komite Etik KPK sebagai masukan dan berharap perkenan perhatiannya.
Selanjutnya saya hanya ingin menyarakan agar kedepan KPK tidak terlampau doyan memberikan keterangan jika lima komisioner belum kompak betul. Sebab hanya akan menghasilkan tanda tanya publik dan mungkin kontraproduktif terhadap kinerja pemberantasan korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H