Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar Direktur Pukat UGM kepada Metrotv menyatakan bahwa ; jika Perppu Pilkada ditolak DPR maka terjadi kekosongan hukum. Menurut beliau, justeru hal itu akan menguntungkan Presiden karena mempunyai mandat untuk menunjuk 246 kepala daerah yang segera habis masa jabatannya.
Figur dari Partai manakah yang akan ditunjuk Presiden sebagai Pelaksana tugas (Plt) kepala daerah? Tentu tidak mungkin figur dari partai KMP. Tulisan ini tidak bermaksud membahas lanjut mengenai sikap politik berdasarkan kehendak. Sikap politik sejatinya berdasarkan hukum, berdasarkan konstitusi. Sikap politik akan terlihat dari proses politik yang berlangsung secara kelembagaan.
Artinya proses poltik yang berlangsung di DPR RI merupakan representasi legal formal aspirasi rakyat yang berkembang. Gambaran sikap politik tersebut akan terlihat jika terjadi voting di pleno DPR RI dalam konteks Perppu Pilkada. Pihak mana yang menolak dan pihak manapula yang menerima Prppu Piulkada. Hampir dipastikan bahwa KMP akan menolak. Tetapi dengan prespektif sebagaimana disampaikan Pukat UGM diatas, apakah KIH akan menerima atau ikut menolak?
Tulisan ini lebih kepada mencerna logika dari peristiwa yang disebut sebagai kekosongan hukum. Logikanya kekosongan hukum dimaksud karena Undang Undang Pilkada yang telah disahkan DPR RI ditokak oleh Presiden. Kemudian dengan kekuasaan kepresidenan, Presiden SBY ketika itu menerbitkan Perppu. Lantas jika Perppu ditolak DPR terjadilah kekosongan hukum, begitulah logikanya.
Tetapi menurut saya justeru argumentasi semcam itu tidak logis. Kodisi demikian tidak bisa dinyatakan sebagai kekosongan hukum,sebab mengenai pemilihan kepala daerah ini jelas diatur oleh UUD 1945. Jadi jika tidak ada Undang Undang yang mengatur akibat saling tolak antara DPR dan Presiden maka "wajib hukumnya" kembalikan ke UUD 1945. Tidak ada kekosongan hukum.
Berbicara tentang Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada ini secara umum argumentasi yang muncul mendasari argumentasinya pada terminology kedaulatan rakyat – demokratis yang dimaknai implementasi sebagai pemilihan langsung oleh rakyat. Begitulah secara umum kehendak yang terpublikasi melalui berbagai media. Tetapi jangan lupa negara ini adalah negara hukum bukan negara atas dasar kehendak.
Formulasi aspirasi atau kehendak rakyat berwujud konstitusi negara UUD 1945. Kehendak atau aspirasi politik tentu dijamin atas dasar kebebasan menyatakan pendapat. Tetapi ketika aspirasi tersebut dijadikan aturan kehidupan bermasyarakat bernegara, maka ia harus berada dalam koridor konstitusi negara UUD 1945. Aspirasi pemilihan kepala daerah atau Pilkada langsung selalu rujuk ke ayat (4) saja, namun mengesampingkan ayat (3) pasal yang sama.
Pada Bab VI UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 18 UUD 1945t ayat 3 dan 4 yang dengan tegas membedakan apa yang dimaksudkan.
Bunyi ayat (3). Pemerintahan daerah provinsi,daerah kabupaten dan kota memilliki dewan perwakilan daerah yang anggota - anggotanya dipilih melalui pemilu.
Ayat  (4) Gubernur , bupati , walikota masing - masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
Catatan saya, frasa pemilu pada ayat (3) sangat jelas mengacu ke pasal 22E UUD 1945 tentang Pemilu. Sementara pada ayat (4) frasa dipilih secara demokratis tidak mengacu ke pasal ini. Dan karena itulah diperlukan Undang Undang yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah
Dengan demikian pemilihan kepala daerah sebagaimana dimaksud tidak masuk kepada regim Pemilu. Pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dari ketentuan Ayat (1) Pasal 22E UUD 1945 tentang Pemilihan Umum. Pemilihan kepala daerah secara langsung bertentangan dengan amanah UUD 1945.
Catatan tambahan : Prediksi saya, jika DPR RI menolak Perppu maka akan muncul gerakan federalisme, yaitu pembentukan negara (state) dalam Negara Republik Indonesia. NKRI akan dicoba dirubah menjadi Republik Indonesia Serikat ( RIS ) sebagaimana dulu hasil Konferensi Meja Bundar atau KMB Den Haag. Â Desember 1949.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H