Dapat diperhitungkan apa yang menjadi kendala pelaksanaan pembangunan di DKI Jakarta terkait permasalahan ricuh APBD e-budgeting versus APBD “Hasil Pembahasan”. Pada APBD tersebut dipastikan ada konten proyek lanjutan mengatasi kebanjiran dan kemacetan Jakarta. Proyek berupa pembangunan infrastruktur yang bersambung atau yang lazin disebut proyek muti years. APBD DKI 2015 merupakan taruhan prestasi dan prestise jabatan Gubernur. Apakah bakalan jadi sukses atau sebaliknya memble.
Misalnya pembangunan dan pemeliharaan waduk serta rehabilitasi kali Ciliwung atau mungkin lanjutan proyek codetan ke Banjir Kanal Timur. Pada sisi transportasi public, jelas ada proyek lanjutan berkaitan dengan proyek Mass Rapid Transport ( MRT ) yaitu pembangunan terowongan. Pertanyaan mudah tapi jawabannya sulit. Apakah APBD 2015 akan cukup membiayai berbagai proyek tersebut. Sementara realisasi penerimaan pendapatan APBD 2014 hanya mencapai 69% dari target Rp.65 Triliun.
Realisasi hanya Rp.45 Triliun, jadi terdapat sisa anggaran atau Silpa yang harus carry over ke tahun 2015 sekitar Rp.20 Triliun. Menarik “paksa” sebesar Rp.20 Triliun bukan perkara gampang bagi Dinas Pendapatan DKI Jakarta. Artinya, anggaplah Kepala Dinas ybs sukses menarik Rp.20 Triliun Silpa. Tapi apakah tidak berpengaruh terhadap pencapaian target penerimaan tahun anggaran 2015? Suatu tantangan yang bikin pusing.
Jika APBD 2015 “hasil pembahasan” sebesar Rp.72 triliun lebih dimana terdapat Rp.12,1 Triliun yang ditolak Gubernur Ahok. Maka dari sisi operasional akan sangat berpengaruh yang ujungnya adalah kegagalan menyerap anggaran. Berbagai proyek infrastruktur akan mengalami break down. Penyebabnya adalah ketersedian cash flow yang melambat atau bahkan tidak mencukupi.
Prediksinya realisasi penerimaan pendapatan DKI Jakarta – APBD 2015 – anggap sama dengan 2014 yaitu sebesar 69% dari Rp.72 Triliun = Rp. 49,68 Triliun. Manakala dikurangi dengan Rp.12,1 Triliun = Rp.37,58 Triliun. Jumlah ini ditambah dengan Silpa APBD 2014 sebesar Rp.20 Triliun. Total Rp.57,58 Triliun. Artinya masih jauh dibawah realisasi APBD 2014 sebesar Rp.65 Triliun.
Begitulah kira kira gambaran perbandingan pelaksanaan pemerintahan Gubernur Joko Widodo ( 2014) dengan Pemerintahan Gubernur Ahok (2015). Untuk sama dengan prestasi realisasi APBD 2014 sebesar Rp.45 Triliun dari target Rp.65 Triliun. Gubernur Ahok harus mampu mencapai realisasi penerimaan pemdapatannya sebesar Rp.57,6 Triliun atau 80% dari target APBD 2017 Rp.72 Triliun koma sekian.
Para pelaksana atau birokrasi Pemda DKI Jakarta mungkin akan curhat, “Emang enak capai realisasi 80 persen. Emang nariknya dari nenek lu".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H