Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Blusukan ?

11 Juni 2014   05:42 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:17 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya dengan distribusi kekuasaan dalam suatu negara. Negara demokrasi ditandai dengan pembagian kekuasaan yang didasarkan pada konsep dan prinsip trias politica. Pembagian kekuasaan pada tiga pokok yaitu kekuasaan pembentuk UU atau legislative, kekuasaan kehakiman atau Yudikatif dan kekuasaan  administrator pemerintahan atau kekuasaan eksekutif.

Memang tidak sepenuhnya kekuasaan tersebut berdasarkan mandate rakyat secara langsung melalui pemilihan umum. Di Indonesia misalnya kekuasaan kehakiman tidak berdasarkan mandate langsung suara rakyat seperti memilih Presiden dan anggota DPR. Tetapi melalui undang Undang yang diputuskan oleh perwakilan di DPR.

Namun yang terpenting bahwa dengan kekuasaan negara yang berasal dari mandate rakyat,  kekuasaan tersebut harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika lembaga kepresidenan ( Presiden dan Wakil Presiden ) melalui PIlpres mendapat single majority diatas 75% mandate kadaulatan rakyat.

Kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar cenderung kehilangan makna demokrasi, kehilangan keseimbangan dan harmoni kehidupan demokratis. Karena merasa yang paling sering blusukan, hanya dia yang memahami aspirasi rakyat sehingga lupa pada system dan mekanisme kelangsungan hidup berdemokrasi. Tentu harus dihindari.

Julius Caesar Octavianus(63 B.C.- A.D. 14) bahkan mengerahkan plebesit rakyat untuk demo menghadapi senat yang menantangnya membawa 'isterinya' Ratu Mesir Cleopatra hadir ke Roma.

Pada ujungnya demokrasi yang di puja puja menjadi destructive karena tidak mampu membangun kehidupan masyarakat yang harmonis, adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali mengarah pelanggaran hak asasi manusia.

Demokrasi telah menjadi istilah yang sangat ditinggikan dalam sejarah pemikiran manusia tentang cita-cita sosial-politik baru. Di era modern ini, hampir semua negara mengklaim patuh untuk memahami demokrasi. Seperti diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950, Undang-Undang Dasar dari 83 negara - yang dibandingkan antara masing masing negara, ada 74 negara yang konstitusinya secara resmi menganut prinsip kedaulatan rakyat (90%). Amos J Paslee adalah Duta besar USA untuk Australia (1953-1956.)

Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno dinyatakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Kajian tentang demokrasi mungkin lebih intens sejak filsof Aristoteles, kemudian ilmuawan muslim terkenal, Al-Farabi dengan bukunya Al Madinah.

Negara Yunani biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah dari waktu ke waktu, dan definisi modern telah berkembang sejak abad ke-18, seiring dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.

Kata "demokrasi" berasal dari dua kata: demos yang berarti rakyat dan kratos / cratein yang berarti pemerintah, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci individu dalam bidang ilmu politik. Hal ini untuk menjadi adil, karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif ) untuk diwujudkan dalam tiga jenis antar-institusi negara  yang berada dalam pada posisi sejajar antara satu sama lain.

Keselarasan dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun